Jumat, 17 Mei 2013

Metode Mendidik Anak

Dalam sebuah kisah, diceritakan bahwa
ada seorang lelaki tua sedang berjalan-
jalan di tepi sungai. Saat berjalan-jalan,
terlihatlah olehnya seorang anak sedang
mengambil wudhu sambil menangis.
Lalu ia beratanya, “Wahai anak kecil,
kenapa kamu menangis?”
Anak itu menjawab, “Wahai kakek, saya
telah membaca ayat Al-Quran sehingga
sampai kepada ayat yang berbunyi, “Yâ
ayyuhal-ladzîna âmanû qû
anfusakum,”yang artinya, “Wahai orang-
orang yang beriman, jagalah olehmu
sekalian akan dirimu.” Saya menangis
sebab saya takut akan dimasukkan ke
dalam api neraka.”
Berkata orang tua itu, “Wahai anak,
janganlah kamu takut, sesungguhnya
kamu terpelihara dan kamu tidak akan
dimasukkan ke dalam api neraka.”
Anak itu menjawab, “Wahai kakek,
kakek adalah orang yang berakal,
tidakkah kakek lihat kalau orang
menyalakan api, maka yang pertama
akan mereka letakkan ialah ranting-
ranting kayu yang kecil dahulu
kemudian baru mereka letakkan yang
besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini
akan dibakar dahulu sebelum dibakar
orang dewasa.”
Berkata orang tua itu, sambil menangis,
“Sesungguh anak ini lebih takut kepada
neraka daripada orang yang dewasa,
maka bagaimanakah keadaan kami
nanti?”
Bayangkan bila saja yang diceritakan
dalam potongan kisah tersebut adalah
anak kita. Anak yang kita lahirkan dan
besarkan dengan keringat dan jerih
payah. Tentu betapa beruntung dan
berbahagianya kita sebagai orang tua.
Betapa pun banyak keringat yang telah
tercucur, tenaga yang telah terkuras,
pikiran dan waktu yang telah tersita,
semua takkan ada apa-apanya
dibandingkan dengan hasil yang kita
peroleh, yaitu anak yang shaleh.
Memiliki anak shaleh merupakan
dambaan setiap keluarga. Di samping
sebagai penerus keturunan, kelak anak
shaleh juga akan menjadi investasi di
masa yang akan datang. Do’a-do’a anak
shaleh adalah pahala yang akan terus
mengalir tanpa henti. Ia akan
menembus langit dan akhirnya sampai
kepada kita sebagai orang tua sebelum
ataupun sesudah kita mati.
Berkeinginan memiliki anak yang shaleh
bukanlah khayalan. Siapa pun orangnya
sama memiliki kesempatan untuk
mewujudkannya. Kehadiran anak shaleh
dalam sebuah keluarga bukanlah
mu’jizat atau turun dari langit dengan
sendirinya. Ia akan hadir di tengah-
tengah kita tiada lain merupakan buah
dari usaha yang kita lakukan dalam
mendidiknya. Bila kita berkeinginan dan
berusaha keras mendidik anak agar
menjadi anak yang shaleh, maka ia akan
tumbuh sesuai dengan apa yang kita
inginkan. Tetapi jika tidak, keinginan
untuk memiliki anak shaleh hanyalah
sebuah angan-angan dan hayalan
semata.
Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika
membahas tentang peran kedua
orangtua dalam pendidikan
mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak
merupakan amanat bagi kedua
orangtuanya. Hatinya yang masih suci
merupakan permata alami yang bersih
dari pahatan dan bentukan, dia siap
diberi pahatan apapun dan condong
kepada apa saja yang disodorkan
kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan
kebaikan dia akan tumbuh dalam
kebaikan dan berbahagialah kedua
orang tuanya di dunia dari akherat,
juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi
jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan
sebagai mana binatang ternak, niscaya
akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya
pun ditanggung oleh penguru dan
walinya. Maka hendaklah ia memelihara
mendidik dan membina serta
mengajarinya akhlak yang baik,
menjaganya dari teman-teman jahat,
tidak membiasakannya bersenang-
senang dan tidak pula menjadikannya
suka kemewahan, sehingga akan
menghabiskan umurnya untuk mencari
hal tersebut bila dewasa.”
Berikut adalah beberapa metode dalam
mendidik anak, agar anak diharapkan
dapat memiliki sikap dan perilaku yang
baik serta sesuai dengan keinginan
orang tua dengan berlandaskan norma
dan agama.
1.Keteladanan
Keluarga, khususnya orang tua adalah
figur awal bagi seorang anak untuk
diikuti dan dicontoh perilakunya. Ketika
anak mulai beranjak remaja, fungsi ini
mulai bergeser kepada kelompok
sebaya-nya ataupun figur-figur lain di
luar keluarga, seperti tokoh-tokoh
dalam film atau cerita. Oleh karena itu,
sudah seharusnya orang tua dapat
memberikan pondasi awal yang kuat
tentang sikap dan perilaku yang positif.
Dengan demikian kelak ketika anak
dihadapkan kepada situasi yang sangat
kompleks, anak akan lebih siap dan
konsisten terhadap pendiriannya.
Agar tujuan ini terwujud, maka tentunya
harus ada keteladanan dari orang tua.
Ingatlah suatu perbuatan orang tua
tidak akan efektif bila hanya terjadi
komunikasi satu arah. Berilah contoh
yang kepada anak mengenai perilaku
yang baik dari orang tua mereka sehari-
hari. Ini bisa dimulai dengan hal-hal
yang biasa sehari-hari kita lakukan di
rumah. Dengan begitu, kedepan
diharapkan anak akan dapat mulai
sedikit demi sedikit mencontoh perilaku
yang positif dari orang tuanya.
2.Pembiasaan
Setelah adanya contoh yang baik dari
orang tua, maka perlu dilakukan
pembiasaan dari perilaku-perilaku yang
telah dilakukan tadi. Hal ini penting
karena dihawatirkan bila orang tua saat
tak ada disisi mereka, perilaku-perilaku
yang anak lakukan akan dapat berubah
kembali. Dengan adanya pembiasaan,
maka perilaku positif tersebut akan
menjadi tabiat positif anak sehingga ada
atau tidak ada orang tua, hal-hal positif
tetap mereka lakukan.
3.Nasihat
Selanjutnya adalah nasihat. Dikala
proses diatas berlangsung, orang tua
juga harus senantiasa memberikan
pengertian-pengertian ataupun
pemahaman-pemahaman kepada anak
mengapa suatu perilaku itu harus
dilakukan, apa manfaatnya, baik untuk
diri sendiri dan yang terpenting untuk
orang lain.
4.Kontrol
Setelah langkah-langkah di atas berjalan
dengan baik, maka selanjutnya adalah
kontrol dari orang tua. Dalam
pelaksanaannya, kontrol yang dilakukan
mesti dijalankan secara arif dan
bijaksana, tidak dengan membuat posisi
anak menjadi tersudut, sehingga kontrol
justru tidak menjadi efektif.
5. Reward and Punishment
Yang terakhir adalah memberikan
hadiah dan hukuman. Di samping poin-
poin di atas, tips kelima ini juga tak
kalah pentingnya untuk menumbuhkan
minat dan tanggung jawab pada anak.
Namun dari pada itu, sebelumnya harus
dingat oleh para orang tua bahwa
pemberian hukuman kepada anak
dimaksudkan untuk mendidik anak
bukan untuk menyudutkan apalagi
melukai fisik.
Hukuman yang diberikan tidak hanya
semata-mata berbentuk fisik, tetapi juga
bisa dilakukan hal-hal lain seperti
dengan pengurangan hak, atau
pemberian suatu tugas tambahan.
Andaikata hukuman fisik terpaksa
diberikan, maka harus diperhatikan
bahwa cubitan kecil ataupun pukulan
ringan bisa bisa diberikan dengan
syarat: tidak boleh di bagian-bagian
vital anak, tidak boleh pada bagian atas
tubuh (perut, dada, leher, kepala,
punggung) dan tidak boleh
meninggalkan bekas.
(muslimahzone.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar