Jumat, 17 Mei 2013

Lubang Cacing di Langit

“Dia yang mencipta tujuh langit
berlapis-lapis, Tidak engkau lihat pada
ciptaan Allah suatu cacat pun,
pandanglah lagi, adakah kau lihat ada
retak di sana ? Lalu ulangi pandanglah
sekali lagi, niscaya pandanganmu akan
tunduk takluk. ” [Al Mulk 67:3-4]
Ayat di atas biasanya ditafsirkan sebagai
ajaran bagi manusia agar tunduk
memandangi kehebatan langit ciptaan
Allah swt yang mulus tanpa cacat.
Sebetulnya, tidak perlu bagi Allah swt
menyuruh kita memperhatikan langit
sampai dua kali agar kita kagum
tertuntunduk akan kehebatan ciptaan-
Nya. Sekali menatap langit di malam
hari sudah cukup mampu mencekam
jiwa dan bisa membuat manusia
merasakan kekerdilan dirinya karena
luasnya alam semesta. Kita seharusnya
penasaran membaca ayat di atas. Pasti
ada sesuatu di balik peirntah Allah
untuk ‘dua kali mencari retak di langit’.
Ahli tafsir lama hanya mengartikan
bahwa retak di langit itu mustahil,
karena ciptaan Allah pasti sempurna.
Tapi betulkah retak itu suatu
kegagalan ? Bagaimana dengan retak
yang disengaja oleh Allah ?
Lubang Hitam (black hole) merupakan
tempat di ruang angkasa yang
menyedot segala sesuatu di dekatnya,
cahaya dan radiasi tidak bisa memancar
ke luar, sehingga gelap tak terlihat.
Bitang yang berukuran 10 kali massa
matahari bila runtuh akan menjadi
lubang hitam yang sangat padat dengan
radius 3 km. Menurut Stephen Hawking,
lubang-lubang hitam sebesar ujung
jarum tersebar di penjuru alam ini.
Sedangkan di pusat-pusat galaksi ada
lubang hitam super-masif berukuran
sejuta massa matahari yang dengan
dahsyat menyedot apa pun di
sekitarnya. Teori ‘General Relativity’,
Einstein mengharuskan adanya suatu
tempat yang merupakan kebalikannya,
dengan persamaan akar kuadrat negatif,
yakni disebut Lubang Putih (white
hole), dimana segala sesuatu
dimuntahkan keluar. Lokasinya tidak di
alam semesta yang kita diami ini tetapi
di dalam kembarannya (paralel
universe).
Fenomena alam kembar diisyaratkan
dalam ayat, ‘Alhamdulillahi robbil
‘alamin’, yang berarti ‘Segala puji bagi
Allah swt, Tuhan seluruh alam’. Menurut
Karl Schwarzchild, pakar astrofisika,
lubang hitam dan lubang putih bisa
terhubung oleh lorong yang disebut
Lubang Cacing (worm hole).
Sebagaimana yang terjadi di dasar
lubang hitam, di lubang cacing hukum-
hukum fisika juga tidak berlaku, ruang
dan waktu bertukar tempat dan
akhirnya melebur dalam kesatuan
singularitas. Akibatnya jarak dan waktu
berhenti bila diukur dengan ukuran
bumi. Walaupun sudah ada pesawat
secepat cahaya, perjalanan ke pelosok-
pelosok alam semesta tidak bisa
terlaksana, karena jaraknya bisa ribuan
bahkan jutaan tahun cahaya. Artinya,
umur manusia terlalu pendek untuk
bisa sampai ke sana, apalagi untuk
pulang ke bumi.
Tafsir lama bahwa ‘bouraq’ yang dinaiki
rasulullah saw ketika Isra’ dan Mi’raj
merupakan kendaraan berkecepatan
cahaya, harus diralat, karena tidak akan
cukup pulang pergi satu malam ke ujung
langit dan sidratul muntaha. Harus ada
teori lain. Barangkali teori lubang cacing
merupakan terobosan yang
memungkinkan manusia mencapai
tujuan-tujuan maha jauh ke galaksi dan
alam kembar tadi. Dengan waktu yang
berhenti, ke manapun bisa sampai
seketika melewati jalur retakan angkasa.
Tafsir surat Al Mulk 67:3-4 di atas bisa
diperkaya dengan pemahaman baru,
yakni bahwa Allah bukan mengatakan
langit indah diciptakan halus tanpa
lubang dan retak, sebab ternyata lubang
hitam putih dan lubang cacing
bertaburan di sana. Tetapi Allah justru
memberi isyarat bahwa di langit sengaja
Dia ciptakan banyak retakan dan
lubang, yang harus kita temukan, amati,
dan teliti berulang-ulang hakikat dan
manfaatnya. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar