BANI ABBAS
(Kemunduran dan kehancuran)
OLEH: M. ANSHARI
A.
PENDAHULUAN
Maju
mundurnya peradaban islam tergantung dari sejauh mana dinamika umat islam itu
sendiri. Dalam sejarah islam tercatat, bahwa salah satu dinamika umat islam itu
dicirikan oleh kehadiran kerajaan-kerajaan islam diantaranya Abbasiyah, dan Abbasiyah ini memiliki peradaban yang
tinggi, diantaranya memunculkan ilmuwan-ilmuwan dan para pemikir muslim.
Pada makalah ini akan
membahas tentang kemunduran dan
kehancuran pada masa ini, baik dari aspek ekonomi,
politik, dan social.pada masa khalifah
Al-Mu’tashim (1242 -1258). Pada pemerintahannyalah kota Bagdad dihancurkan oleh
Hulagu Khan.
Selanjutnya, pembahasan ini akan mencoba untuk mengkaji
faktor-faktor kemunduran Daulah Abbasiyah hingga mengalami kehancurannya. Hal
ini tentu saja sangat menarik, karena suatu dinasti yang begitu besar dengan
ditopang oleh perekonomian yang mapan serta kebudayaan maupun peradaban yang
tinggi perlahan-lahan mundur dan kemudian hancur.
B.
PERIODISASI KEKHALIFAHAN DAULAH ABBASIYAH
Pada umumnya para
sejarawan menyatakan bahwa masa kekhalifahan Daulah Abbasiyah lebih dari lima
abad, yakni berawal dari tahun 132 H/ 750 M sampai dengan tahun 656 H/ 1258 M.[1]
Sedangkan Al-Suyuthi mengatakan dalam Muhammad Maghfur w.,[2]
bahwa masa pemerintahan Daulah
Abbasiyah berawal dari tahun 132 H/750 M sampai 923 H/ 1517 H.[3]
Dari sumber di atas, mayoritas sejarawan mengatakan
berakhirnya masa pemerintahan Daulah
Abbasiyah berdasarkan jatuhnya kota bagdad pada tahun 656 H/ 1258 M ketangan
tentara Tartar dan Mongol. Sedangkan kesimpulan Al-Suyuthi mengenai jatuhnya
Bagdad ke tangan bangsa Mongol tidak secara otomatis dapat dijadikan bukti
berakhirnya masa pemerintahan Abbasiyah, sebab tiga setengah tahun pasca
jatuhnya bagdad, masih ada khalifah Abbasiyah baru yang dibaiat, yaitu
Al-Mustansir tahun 659 H/ 1261 M yang memindahkan pusat pemerintahannya ke
Mesir sampai kepada khalifah yang ke 22, yakni khalifah Al-Mutawakkil III 923
H/ 1517 M, kemudian direbut oleh Sultan Salim I dari Turki Usmani dan sejak
itulah dimulai kekhalifahan Usmaniah di Mesir.
Kebanyakan para ahli sejarah mempunyai perspektif
sendiri-sendiri dalam menganalisis periodisasi kekhalifahan Abbasiyah. Karena
itu masing-masing berbeda dalam mengklasifikasikan setiap periode yang di
dalamnya. Muhammad Al-Khudhri, guru besar ilmu sejarah islam Universitas Mesir
(Egyptian University) dalam Zainal Abidin Ahmad[4]
dan Abu Su’ud, guru besar pendidikan sejarah IKIP semarang
mengklasifikasikannya menjadi lima periode: pertama, periode antara tahun
132-232 H/ 750-847 M. Periode ini merupakan pembentukan Daulah Abbasiyah dan
sekaligus puncak popularitas daulah ini,
terutama pada masa pemerintahan Khalipah Harun Al-Rasyid 786-806 M dan putranya
al-Makmun 813-883 M. Kedua, periode antara tahun 232-334 H/847-806 M, periode
ini ditandai dengan besarnya pengaruh Turki dalam pemerintahan . Ketiga ,
periode antara tahun 334-447 H/ 945-1055 M, periode iniposisi Daulah Abbasiyah
berada dalam kekuasaan Bani Buwaihi.
Keempat , periode antara tahun 447-590
H/ 1055-1199 M, periode ini ditandai oleh kekuasaan Bani Saljuk dalam Daulah
Abbasiyah . Kelima, periode antara tahun 590-656 H/ 1199-1258 M, periode ini
khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu
, namun berkuasa hanya di Bagdad dan sekitarnya . Sempitnya wilayah kekuasaan
khalifah menunjukkan kelemahan politiknya.[5]
Nampaknya, pengklasifikasian ini berdasarkan kepada perebutan dan pergantian
kekuasaan yang terjadi selama pemerintahan Bani Abbas.
Sedangkan Abdullah Muhammad Zin, pengajar Nasional
University of Malaysia dalam Muhammad Maghfur W, mengklasifikasikannya menjadi
empatperiode: pertama, periode antara tahun 132-232 H/ 750-847 M. Kedua,
periode antara tahun 232-334 H/ 847-945 M. Ketiga, periode antara tahun 334-447
H/ 945-1055 M. Keempat, periode antara tahun 447-656 H/ 1055-1258 M.[6]
Periodisasi seperti ini juga dikemukakan oleh A. Hasjmy[7]
dan M. Mansyhur Amin,[8]
menurutnya periode pertama merupakan kejayaan Daulah Abbasiyah. Periode kedua
merupakan masa besarnya pengaruh orang-orng Turki dan pulihnya pengaruh aliran
Sunni. Periode ketiga adalah masa besarnya pengaruh keluarga Buwaihi. Periode
keempat adalah masa besarnya pengaruh Bani Saljuk. Pengklasifikasian ini sama
halnya dengan yang pertama, manun tidak menyentuh kekuasaan Bani Abbas yang
terbebas dari Dinasti apapun pada masa-masa akhir kekhalifahan mereka.
Sementara, Syalabi dalam Ali Mufrodi, mengklasifikasikan
periodisasi Daulah Abbasiyah menjadi
tiga periode: pertama, periode antara tahun 132-232 H/ 750-847 M di mana para
khalifah Abbasiyah berkuasa penuh, kedua, periode antara tahun 232-590 H/
847-1199 M. Masa ini kekuasaan khalifah para khalifah abbasiyah sebenarnya
berada di tangan orang lain, ketiga, periode antara tahun 590-656 H/ 1199-1258 M.
Masa ini kembalinya kekuasaan di tangan
Abbasiyah, tetapi kekuasaan mereka hanya di sekitar Bagdad saja.[9]
Nadiyyah Mahmud Mustafa, pengajar ilmu hubungan internasional pada fakultas
ekonomi dan ilmu politik Universitas Caero Mesir dalam Muhammad Maghfur W.,
mengklasifikasikan periodisasi Daulah Abbasiyah menjadi tiga periode: pertama,
periode antara tahun 132-247 H/ 750-861 M. kedua, periode antara tahun 247-447
H/ 861-1055 M. Ketiga, periode antara tahun 447-650 H/ 1055-1256 M.[10]
Sedangkan Mghfur sendiri mengklasifikasikannya menjadi tiga periode: pertama,
masa kelahiran dan pembentukan antara tahun 132-750 H/ 158-775 M. Kedua, masa
kematangan antara tahun 158-226 H/ 775-842 M. Ketiga, masa kelemahan dan
kemunduran antara tahun 226-923 H/ 842-1517 M.[11]
Pengklasifikasian yang ketiga ini hampir sama dengan klasifikasi yang pertama
dan kedua, kecuali Maghfur berdasarkan kepada masa pembentukan, kejayaan dan
kemunduran, selain itu ia juga cenderung mengikuti kesimpulan Al-Sayuthi
mengenai masa pemerintahan Abbasiyah.
C.
ERA KEMUNDURAN DAULAH ABBASIYAH
Secara
umum penyebab kemunduran Daulah
Abbasiyah dibagi dalam 2 Faktor [12]:
1.
Faktor
Internal
Sebagaimana
terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak
periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak
datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama,
hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak
sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila
khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil,
tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping
kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi
mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Khilafah
Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa
Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah
berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu.
Menurut
Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia
daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan
Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua,
orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan).
Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah
tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di dunia Islam.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di dunia Islam.
Fanatisme
kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para
khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau
Turki dijadikan pegawai dan tentara.
Adalah
Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada bangsa
Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka diangkat menjadi orang-orang
penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun menjadi
dominan dan menguasai tempat yang mereka diami, sehingga khalifah berikutnya
menjadi boneka mereka.
Setelah al-Mutawakkil (232-247 H),
seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki semakin kuat,
mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah. Sejak
itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan
orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia,
pada periode ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk,
bangsa Turki pada periode keempat (447-590H).
2. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun dalam kentaannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh Khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun dalam kentaannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh Khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti
Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas
dengan pengakuan nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena Khalifah
tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya di
kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para
penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan
daripada politik dan ekspansi. Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah
yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di
pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki.
Akibatnya
propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa
Bani Abbas. Ini bisa terjadi dengan dua cara, pertama, seorang peminpin lokal
memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti
daulat Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Marokko. Kedua, seorang yang ditunjk
menjadi gubernur oleh Khalifah yang kedudukannya semakin kuat, seerti daulah
Aghlabiyah di Tunisiyah dan Thahiriyyah di Khurasan.
Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:
Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:
a)
Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di
Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania
(261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasai
Baghdad (320-447).
b)
Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di
Turkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti Seljuk
dan cabang-cabangnya
c)
Yang
berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah
(564-648 H).
d)
Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko
(172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia (18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285
H), Alawiyah di Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil
(317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489
H), Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
e)
Yang
Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.
3. Kemerosotan Perekonomian
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis.
Setelah
khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara
pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan
oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang
mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya
dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti.
Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para
khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para
pejabat melakukan korupsi.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
4. Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah.
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah.
Adalah khalifah Al-Manshur yang
berusaha keras memberantasnya, beliau juga memerangi Khawarij yang mendirikan
Negara Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H . setelah al Manshur wafat
digantikan oleh putranya Al-Mahdi yang lebih keras dalam memerangi orang-orang
Zindiq bahkan beliau mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan mereka
serta melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu
tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan
Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik
tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di
kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah
adalah contoh konflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut,
pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran
Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut
Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal
sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah.
Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan
penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di
Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali
memperkenankan orang syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut.
Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih
dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di
Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.
Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa dinasti Seljuk yang menganut paham Asy'ariyyah penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya.
Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa dinasti Seljuk yang menganut paham Asy'ariyyah penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya.
2.
Faktor Eksternal
Selain yang disebutkan diatas, yang
merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan kehancuran Khilafah bani Abbas.
Ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan
akhirnya hancur.
1.
Perang
Salib
Kekalahan
tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari pasukan Alp Arselan yanag
hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benih permusuhan dan
kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti
Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang
dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana.
Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat
kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama
Perang Salib.
Perang
salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau peride telah banyak
menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan
peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa,
Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre.
Pengaruh
Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu
Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak
dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen
berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di
kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan
pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.
2.
Serangan
Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H). mereka adalah orang-orang Badui-sahara yang dikenal keras kepala dan suka aberlaku jahat.
Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257, Hulagu mengirimkan ultimatum keada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, pasuakan Hulagu bergerak untuk mengahancurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dibunuh. Hulagu mengizinkan pasukannya untuk melakukan apa saja di Baghdad. Mereka menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang.
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H). mereka adalah orang-orang Badui-sahara yang dikenal keras kepala dan suka aberlaku jahat.
Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257, Hulagu mengirimkan ultimatum keada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, pasuakan Hulagu bergerak untuk mengahancurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dibunuh. Hulagu mengizinkan pasukannya untuk melakukan apa saja di Baghdad. Mereka menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang.
Perlu juga disebutkan disini peran
busuk yang dimainkan oleh seorang Syi’ah Rafidhah yaitu Ibn ’Alqami, menteri
al-Mu’tashim, yang bekerjasama dengan orang-orang Mongolia dan membantu
pekerjaan-pekerjaan mereka.
Karena faktor-faktor tersebut saling terkait antara
satu dan yang lainnya, maka mau tidak mau membawa dinasti Abbasiyah kepada
kehancuran
D. SIMPULAN
Pada umumnya para sejarawan menyatakan bahwa masa
kekhalifahan Daulah Abbasiyah lebih dari lima abad, yakni berawal dari tahun
132 H/ 750 M sampai dengan tahun 656 H/ 1258 M. Dan rentang waktu yang panjang
tersebut, mereka mengklasifikasikan
menjadi lima periode. Adapun kemunduran Daulah Abbasiyah mulai terjadi pada
periode kedua, yaitu pada tahun 232 H/ 847 M ketika tentara Turki begitu
dominan dalam pemerintahan Abbasiyah dan khalifah-khalifah hanya sebagai simbol
Sedangkan faktor-faktor
yang membuat Daulah Bani Abbasiyah menjadi lemah dan kemudian hancur dapat di
kelompokkan menjadi faktor-faktor internal dan eksternal. Di antara
faktor-faktor internal adalah : pertama, perebutan kekuasaan di kalangan
keluarga istana Bani Abbas. Kedua, adanya persaingan tidak sehat antara
beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia,
dan Turki. Ketiga, konflik keagamaan. Keempat, lemahnya kekuatan pusat yang
menyebabkan munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri. Kelima,
kemerosotan ekonomi akibat dari kemunduran politik. Adapun faktor eksternal terdiri dari dua faktor,
yakni: pertama, perang salib yang berkepanjangan dan menelan banyak korban. Dan
Kedua, serbuan pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin langsung oleh Hulagu
Khan dan menguasai Bagdad. Yang terakhir inilah secara langsung menyebabkan
hancurnya Daulah Abbasiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H. Zainal Abidin, Sejarah Islam Dan Umatnya Sampai Sekarang: Perkembangannya Dari Zaman
Ke Zaman, Jakarta, bulan bintang, 1978.
Amin, M. Mansyhur, Sejarah
Peradaban Islam, Bandung, Indonesia spirit Foundation, 2004
Dahlan, H. Abdul Aziz, et al., (ed), “Abbasiyah, Dinasti”, Eksislopedi Islam,
jakarta, Ichtiar baru Van Hove, 2005.
Esposito, John L., The
Oxford Encyclopedia of the modern islamic word, diterjemahkan oleh Ahmad baiquni
(ed), “Abbasiyah, Dinasti” dengan judul, Eksislopedi Oxford: dunia islam modern, bandung, mizan,
2002.
Hasjmy, A., Sejarah
Kebudayaan Islam, bulan bintang, 1979.
Maghfur, Muhammad W., koreksi atas kesalahan pemikiran
kalam dan filsafat islam, Bangil, Al-Izzah, 2002.
Mufrodi, Ali, islam
di kawasan kebudayaan Arab, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997.
http://www.abuwasnah.co.cc/2009/04/masa-kemuduran-dan-kehancuran-dinasti.html.
diunduh senin 28 september 2009 pukul 19.30 wita
http://peperonety/com/go/sites/mvew/sejarahend/
diakses senin 28 Septeber 2009 pukul 20.10 wita
http://amgy.wordpress.com/Sejarah Peradaban Islam Pada
Zaman Dinasti Abbasiyah Di Bagdad, di akses senin 28 September 2009
Nasution, harun, islam
ditinjau dari berbagai aspeknya, jakarta, UI-Press, 1985.
Su’ud, Abu, islamologi: sejarah, ajaran, dan peranannya
dalam peradaban umat manusia, jakarta, Rineka Cipta, 2003.
Yatim
Badri, Dr., MA., Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT.
Grafindo Persada, 2006
[1] H. Abdul
Aziz Dahlan, et al,. (ed.), “Abbasiyah, Dinasti”, ensiklopedi islam, (jakarta:
ichtiar baru van hove, 2005), h. 6. Lihat juga: Abu Su’ud, Islamologi: sejarah,
Ajaran, dan peranannya dalam peradaban Umat manusia, (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), cet. I, h. 74. Lihat juga: Fuad Mohd. Fahruddin, perkembangan kebudayaan
islam, (jakarta: Bulan Bintang, 1985), cet. I, h. 73.
[2]Muhammad
Maghfur W. (selanjutnya disebut Maghfur), koreksi atas kesalahan pemikiran
kalam dan filsafat islam, (Bangil: Al-Izzah, 2002) cet I, h. 165.
[3]Pasca
jatuhnya bagdad ke tangan bangsa mongol pada tahun 656 H/ 1258 M, Dinasti Abbasiyah bangkit kembali
di Kairo, Mesir selama tiga abad lamanya. Mereka meneruskan kekhalifahan, namun
hanya menjabat sebagai khalifah tituler, yakni khalifah yamg berkuasa hanya
dibidang keagamaan dibawah kekuasaan Mamluk, tanpa kekuasaan duniawi yang
bergelar sultan. Dengan kata lain, walaupun masih termasuk anggota istana
Mamluk dan tetap dapat memberikan legitimasi atas kesultanan, namun mereka
tanpa kekuasaan yang berdaulat. Selama tiga setengah abad pemerintahan ada 22
khalifah yang memerintah. Dan dengan ditaklukkannya Mesir oleh kesultanan Usmaniayah pada tahun 923 H/ 1517 M maka
hilanglah kekhalifahan Abbasiyah untuk selama-lamanya. Lihat: John L. Esposito,
the Oxford encyclopedia of the modern islamic Word, diterjamahkan oleh Ahmad
Baiquni (ed), “Abbasiyah, Dinasti” dengan judul, Ensiklopedi Oxford: Dunia
islam modern, (Bandung: Mizan, 2002), cet. II, h. 99-100.
[4]H. Zainal
Abidin Ahmad, sejarah islam dan umatnya sampai sekarang: perkembangannya dari
zaman ke zaman, (jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet. I, h. 12
[5] Abu Su’ud,
op. Cit., h. 74-81. Klasifikasi seperti ini juga terdapat dalam Badri Yatim,
namun periode pertaama disebut denga masa pengaruh Persia pertama, lihat Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta RajaGrafindo Persada, 2002) cet. XIII,
h. 49-50. Lihat juga:: H. Abdul Aziz Dahlan,op. Cit., h. 6-10.
[6]Maghfur, op.
Cit., h. 167.
[7]A. Hasjmy,
sejarah kebudayaan islam, (jakarta: Bulan Bintang, 1979), cet. II, h. 243.
[8]M. Mansyhur
Amin, sejarah peradaban islam, (bandung: Indonesia spirit Foundation, 2004),
cet. I, h. 106-144.
[9]Ali Mufrodi,, islam di kawasan kebudayaan Arab, Jakarta,
Logos Wacana Ilmu, 1997.., h. 168
[10]Maghfur, op.
Cit., h. 168.
[11]Ibid.
[12] http://www.abuwasnah.co.cc/2009/04/masa-kemuduran-dan-kehancuran-dinasti.html.
diunduh senin 28 september 2009 pukul 19.30 wita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar