Sabtu, 01 Juni 2013

DIALOG GUS DUR Vs SANTRI

Santri : "Ini semua gara-gara Nabi Adam, ya
Gus!"
Gus Dur : "Loh, kok tiba-tiba menyalahkan
Nabi Adam, kenapa Kang."
Santri : "Lah iya, Gus. Gara-gara Nabi
Adam dulu makan buah terlarang, kita
sekarang merana. Kalau Nabi Adam dulu
enggak tergoda Iblis kan kita anak cucunya
ini tetap di surga. Enggak kayak sekarang,
sudah tinggal di bumi, eh ditakdirkan
hidup di Negara terkorup, sudah begitu
jadi orang miskin pula. Emang seenak apa
sih rasanya buah itu, Gus?"
Gus Dur : "Ya tidak tahu lah, saya kan juga
belum pernah nyicip. Tapi ini sih bukan
soal rasa. Ini soal khasiatnya."
Santri : "Kayak obat kuat aja pake khasiat
segala. Emang Iblis bilang khasiatnya apa
sih, Gus? Kok Nabi Adam bisa sampai
tergoda?"
Gus Dur : "Iblis bilang, kalau makan buah
itu katanya bisa menjadikan Nabi Adam
abadi."
Santri : "Anti-aging gitu, Gus?"
Gus Dur : "Iya. Pokoknya kekal."
Santri : "Terus Nabi Adam percaya, Gus?
Sayang, iblis kok dipercaya."
Gus Dur : "Lho, Iblis itu kan seniornya
Nabi Adam."
Santri : "Maksudnya senior apa, Gus?"
Gusdur : "Iblis kan lebih dulu tinggal di
surga dari pada Nabi Adam dan Siti Hawa."
Santri : "Iblis tinggal di surga? Masak sih,
Gus?"
Gus Dur : "Iblis itu dulu nya juga penghuni
surga, terus di usir, lantas untuk menggoda
Nabi Adam, iblis menyelundup naik ke
surga lagi dengan berserupa ular dan
mengelabui merak sang burung surga, jadi
iblis bisa membisik dan menggoda Nabi
Adam."
Santri : "Oh iya, ya. Tapi, walau pun Iblis
yang bisikin, tetap saja Nabi Adam yang
salah. Gara- garanya, aku jadi miskin kayak
gini."
Gus Dur : "Kamu salah lagi, Kang. Manusia
itu tidak diciptakan untuk menjadi
penduduk surga. Baca surat Al-Baqarah :
30. Sejak awal sebelum Nabi Adam lahir…
eh, sebelum Nabi Adam diciptakan, Tuhan
sudah berfirman ke para malaikat kalo Dia
mau menciptakan manusia yang menjadi
khalifah (wakil Tuhan) di bumi."
Santri : "Lah, tapi kan Nabi Adam dan Siti
Hawa tinggal di surga?"
Gus Dur : "Iya, sempat, tapi itu cuma
transit. Makan buah terlarang atau tidak,
cepat atau lambat, Nabi Adam pasti juga
akan diturunkan ke bumi untuk
menjalankan tugas dari-Nya, yaitu
memakmurkan bumi. Di surga itu masa
persiapan, penggemblengan. Di sana Tuhan
mengajari Nabi Adam bahasa, kasih tahu
semua nama benda. (lihat Al- Baqarah :
31).
Santri : "Jadi di surga itu cuma sekolah
gitu, Gus?"
Gus Dur : "Kurang lebihnya seperti itu.
Waktu di surga, Nabi Adam justru belum
jadi khalifah. Jadi khalifah itu baru setelah
beliau turun ke bumi."
Santri : "Aneh."
Gus Dur : "Kok aneh? Apanya yang aneh?"
Santri : "Ya aneh, menyandang tugas wakil
Tuhan kok setelah Nabi Adam gagal, setelah
tidak lulus ujian, termakan godaan Iblis?
Pendosa kok jadi wakil Tuhan."
Gus Dur : "Lho, justru itu intinya.
Kemuliaan manusia itu tidak diukur dari
apakah dia bersih dari kesalahan atau
tidak. Yang penting itu bukan melakukan
kesalahan atau tidak melakukannya. Tapi
bagaimana bereaksi terhadap kesalahan
yang kita lakukan. Manusia itu pasti pernah
keliru dan salah, Tuhan tahu itu. Tapi meski
demikian nyatanya Allah memilih Nabi
Adam, bukan malaikat."
Santri : "Jadi, tidak apa-apa kita bikin
kesalahan, gitu ya, Gus?"
Gus Dur : "Ya tidak seperti itu juga. Kita
tidak bisa minta orang untuk tidak
melakukan kesalahan. Kita cuma bisa minta
mereka untuk berusaha tidak melakukan
kesalahan. Namanya usaha, kadang
berhasil, kadang enggak."
Santri : "Lalu Nabi Adam berhasil atau
tidak, Gus?"
Gus Dur : "Dua-duanya."
Santri : "Kok dua-duanya?"
Gus Dur : "Nabi Adam dan Siti Hawa
melanggar aturan, itu artinya gagal. Tapi
mereka berdua kemudian menyesal dan
minta ampun. Penyesalan dan mau
mengakui kesalahan, serta menerima
konsekuensinya (dilempar dari surga),
adalah keberhasilan."
Santri : "Ya kalo cuma gitu semua orang
bisa. Sesal kemudian tidak berguna, Gus."
Gus Dur : "Siapa bilang? Tentu saja
berguna dong. Karena menyesal, Nabi
Adam dan Siti Hawa dapat pertobatan dari
Tuhan dan dijadikan khalifah (lihat Al-
Baqarah: 37). Bandingkan dengan Iblis,
meski sama-sama diusir dari surga, tapi
karena tidak tobat, dia terkutuk sampe hari
kiamat."
Santri : "Ooh..."
Gus Dur : "Jadi intinya begitu lah.
Melakukan kesalahan itu manusiawi. Yang
tidak manusiawi, ya yang iblisi itu kalau
sudah salah tapi tidak mau mengakui
kesalahannya justru malah merasa bener
sendiri, sehingga menjadi sombong."
Santri : "Jadi kesalahan terbesar Iblis itu
apa, Gus? Tidak mengakui Tuhan?"
Gus Dur : "Iblis bukan atheis, dia justru
monotheis. Percaya Tuhan yang satu."
Santri : "Masa sih, Gus?"
Gus Dur : "Lho, kan dia pernah ketemu
Tuhan, pernah dialog segala kok."
Santri : "Terus, kesalahan terbesar dia
apa?"
Gus Dur : "Sombong, menyepelekan orang
lain dan memonopoli kebenaran."
Santri : "Wah, persis cucunya Nabi Adam
juga tuh."
Gus Dur : "Siapa? Ente?
Santri : "Bukan. Cucu Nabi Adam yang lain,
Gus. Mereka mengaku yang paling bener,
paling sunnah, paling ahli surga. Kalo ada
orang lain berbeda pendapat akan mereka
serang. Mereka tuduh kafir, ahli bid'ah,
ahli neraka. Orang lain disepelekan. Mereka
mau orang lain menghormati mereka, tapi
mereka tidak mau menghormati orang lain.
Kalau sudah marah nih, Gus. Orang-orang
ditonjokin, barang-barang orang lain
dirusak, mencuri kitab kitab para ulama.
Setelah itu mereka bilang kalau mereka
pejuang kebenaran. Bahkan ada yang
sampe ngebom segala loh."
Gus Dur : "Wah, persis Iblis tuh."
Santri : "Tapi mereka siap mati, Gus.
Karena kalo mereka mati nanti masuk surga
katanya."
Gus Dur : "Siap mati, tapi tidak siap
hidup."
Santri : "Bedanya apa, Gus?"
Gus Dur : "Orang yang tidak siap hidup itu
berarti tidak siap menjalankan agama."
Santri : "Lho, kok begitu?"
Gus Dur : "Nabi Adam dikasih agama oleh
Tuhan kan waktu diturunkan ke bumi (lihat
Al- Baqarah: 37). Bukan waktu di surga."
Santri : "Jadi, artinya, agama itu untuk
bekal hidup, bukan bekal mati?"
Gus Dur : "Pinter kamu, Kang!"
Santri : "Santrinya siapa dulu dong? Gus
Dur."

Sunber : @motivasiunik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar