WAWASAN
ALQURAN TENTANG PERBUDAKAN
Prof. DR. H. Abdullah
Karim, M. Ag
Dosen Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin
Abstrak: Perbudakan merupakan masalah sosial yang ada
sebelum Islam disyariatkan kepada Nabi Muhammad saw. dan umatnya. Islam dengan
ajaran-ajarannya yang terdapat dalam Alquran mempunyai pandangan tersendiri
mengenai perbudakan ini. Kajian ini difokuskan pada beberapa ungkapan yang
digunakan oleh Alquran untuk menginformasikan perbudakan, yaitu; ta'b³d,
raqabah / ar-riq±b, dan m± malakat yam³n… / aym±n…. Berdasarkan
kajian terhadap term-term yang terdapat di dalam Alquran tersebut, diperoleh
pemahaman bahwa tidak ada bukti kuat, anggapan tentang Alquran melestarikan
perbudakan. Memang, Alquran mengakui adanya perbudakan sebagai realitas sosial
yang telah berlangsung, terutama pada saat Fir'awn berkuasa. Alquran justru
memandang bahwa pembebasan budak sebagai alternatif. Pengakuan terhadap
keberadaan budak dimaksudkan agar pembebasannya dilakukan dengan cara yang
baik, sesuai dengan kesiapan budak itu sendiri untuk hidup mandiri. Tidak
mustahil, jika pembebasan budak dilakukan dengan tanpa pertimbangan matang,
justeru, akan menelantarkan dan membuat mereka kehilangan pekerjaan. Di
sinilah, Islam menganjurkan untuk memperlakukan budak-budak dengan baik, yakni
memperlakukan mereka sebagaimana layaknya orang merdeka.
Kata-kata kunci: Budak,
perbudakan, hak budak, ‘abd, ta'b³d, raqabah, dan aym±n.
A. Pendahuluan
Perbudakan merupakan
masalah sosial yang banyak disorot oleh banyak pihak, terutama kalangan penegak
hak asasi manusia. Alasannya adalah, perbudakan itu tidak relevan dengan fitrah
manusia dan bertentangan dengan kebebasan yang menjadi fondasi ajaran agama
sendiri. Islam, terutama sekali Alquran yang merupakan sumber ajarannya, sering
dituduh melestarikan perbudakan. Tuduhan ini dilontarkan orang, karena di dalam
Alquran memang disinggung masalah budak dan perbudakan. Walaupun demikian,
untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai hal tersebut, harus
dilakukan kajian intensif dengan menelaah ayat-ayat terkait secara menyeluruh.
Dengan kajian tersebut, diharapkan akan ditemukan konsep Alquran mengenai
perbudakan. Dalam metodologi tafsir, kajian seperti ini diistilahkan dengan
metode tafsir tematis (maw«u'iy).
Tulisan ini mencoba
memberikan jawaban terhadap masalah: Bagaimana wawasan Alquran terhadap
perbudakan? Apakah Alquran memang ingin melestarikan perbudakan atau sebaliknya
ingin menghapus atau paling tidak mengurangi perbudakan?
B. Analisis Terminologis
Sebelum memasuki
pembahasan inti dalam tulisan ini, terlebih dahulu diuraikan terminologi
perbudakan dalam Alquran dengan mengacu pada pemakaian Bahasa Arab. Padanan
istilah budak dalam Bahasa Arab adalah 'abdun atau raq³qun,
sedangkan memperbudak padanannya adalah ta'b³d, i'tib±d, atau isti'b±d.
Kata 'abdun, yang akar katanya huruf-huruf: 'ayn, b±, dan d±l,
mempunyai dua makna pokok yang saling bertentangan, yaitu; "kelemahan dan
kehinaan" serta "kekerasan dan kekasaran".
Dari makna pertama diperoleh kata 'abdun yang bermakna mamlk, berarti yang
dimiliki, bentuk pluralnya (jamak) adalah 'ab³d, 'ubud, a'bud, dan 'ibd±n.
Dari makna pertama ini juga diperoleh kata 'abdun, yang bermakna
hamba-hamba Allah, bentuk pluralnya adalah 'ib±d. Dari kata inilah
terambil kata "'abada – ya'budu – 'ib±datan" yang secara
leksikal bermakna "tunduk, merendahkan diri dan menghinakan diri kepada
dan di hadapan Allah".
Ibr±h³m An³s dan
kawan-kawan menyebutkan pula bahwa hamba atau budak-budak dalam Bahasa Arab
diambil dari: 'abuda – 'ubd±n dan 'ubdiyyatan yang berarti:
"dia menjadi hamba atau budak, begitu pula nenek moyangnya
sebelumnya".
Lebih lanjut al-I¡bah±niy menjelaskan bahwa budak atau hamba itu dibedakan atas
empat macam, yaitu; 1. Hamba karena hukum, yakni budak-budak, 2. Hamba karena
penciptaan, yakni semua makhluk ciptaan Tuhan, 3. Hamba karena pengabdian
kepada Allah, yaitu orang-orang mukmin yang menunaikan hukum Tuhan dengan
ikhlas, dan 4. Hamba karena memburu dunia dan kesenangannya, seperti yang
disebutkan dalam hadis Nabi saw.: Ta'isa 'abd ad-D³n±r.
Yang menjadi pokok
bahasan dalam tulisan ini adalah budak atau hamba dalam pengertian yang
pertama. Ungkapan Alquran yang menggunakan kata 'abd dan derivasinya
berjumlah 275 kali.
Yang berkaitan dan relevan dengan budak atau hamba dalam tulisan ini hanya lima
kali.
Ungkapan lain yang digunakan oleh Alquran adalah raqabah yang terulang
sebanyak tiga kali,
raqabatin mu'minatin terulang sebanyak tiga kali,
fi ar-Riq±b
terulang sebanyak dua kali,
m± malakat aym±nukum, m± malakat aym±nuhum, m± malakat aym±nuhunna, dan m±
malakat yam³nuka terulang sebanyak 15 kali.
Ungkapan raqabah, bentuk
pluralnya adalah riq±b dan raqab±t
yang akar katanya terdiri atas huruf-huruf: r±, q±b, dan b±,
mempunyai satu arti dasar, yaitu: "tegak untuk memelihara sesuatu".
Leher disebut raqabah, karena dia memelihara tegaknya kepala, kemudian
orang-orang Arab menggunakannya untuk budak atau hamba yang dimiliki orang.
Menurut Ibnu F±ris, budak atau hamba dinamakan raqabah, karena ada
orang yang tegak mengawasinya, yaitu tuannya,
dengan kata lain ada yang mengaturnya.
Ungkapan m± malakat
aym±nukum / aym±nuhum / aym±nuhunna / yam³nuka, menunjukkan
bahwa budak itu dimiliki oleh tuannya, sehingga kegiatannya tidak dapat bebas
seperti orang merdeka.
Secara khusus, Alquran
menggunakan ungkapan 'ib±d dalam arti budak, yaitu pada Srah an-Nr (24/102)
ayat 32 yang berbunyi: wa anki¥ al-ay±m± minkum wa a¡-¡±li¥³n min 'ib±dikum
wa im±'ikum. Di sini, 'ib±dikum berarti budak-budak pria yang kalian
miliki, sedangkan im±'ikum berarti budak-budak wanita yang kalian
miliki. Ayat ini menyangkut anjuran untuk mengawinkan atau mencarikan jalan
untuk mempermudah perkawinan orang-orang yang sudah layak kawin, baik orang
yang merdeka atau budak-budak yang dimiliki.
Ungkapan 'ib±d pada
ayat ini dipahami dalam arti budak, bukan hamba Allah, karena disandarkan
kepada ungkapan kum dan diperkuat pula oleh ungkapan im±'ikum yang berarti budak-budak wanita yang kalian
miliki.
Uraian di atas
memberikan gambaran bahwa budak atau hamba yang dimaksudkan dalam pembahasan
ini adalah hamba karena hukum, sehingga seseorang tidak dapat bertindak bebas
berdasar keinginannya sendiri dan dia diatur oleh orang yang memilikinya.
Sedangkan perbudakan adalah proses atau kegiatan untuk mengubah kedudukan
manusia merdeka menjadi budak secara hukum.
C. Alquran
dan Perbudakan
Dari data yang telah
dikemukakan terdahulu, diketahui ada beberapa ungkapan yang digunakan oleh
Alquran untuk menginformasikan budak atau perbudakan itu. Ungkapan-ungkapan
dimaksud dapat dikategorikan kepada tiga kelompok, yaitu ungkapan yang
menggunakan raqabah dan derivasinya, ungkapan yang menggunakan ‘abd dan
derivasinya, serta ungkapan yang menggunakan kata m± malakat aym±n…/ yam³nuka.
Uraian berikut akan
menelusuri ayat-ayat Alquran berdasarkan kategorisasi di atas.
1. Ayat-ayat yang
menggunakan ungkapan raqabah dan derivasinya
Ayat-ayat yang
menggunakan ungkapan raqabah dan derivasinya terulang tujuh kali, yaitu:
a. Srah al-Balad (90/35) ayat 13; b. Srah al-Baqarah (2/87)
ayat 177; c. Srah an-Nis± (4/92) ayat 92; d. Srah Mu¥ammad (47/95)
ayat empat; e. Srah al-Muj±dalah (58/105) ayat tiga; f. Srah
al-M±'idah (5/112) ayat 89; dan g. Srah at-Tawbah (9/113) ayat 60.
Dari ketujuh ayat
tersebut ada satu ayat, yaitu Srah Mu¥ammad (47/95) ayat empat yang
menggunakan ungkapan "fa «arb ar-riq±b" yang mengambil arti
"pancung leher".
Selain itu, ada pula ayat yang tidak menggunakan ungkapan raqabah secara
eksplisit (ma¥©f), tetapi ungkapan itu dapat diketahui dari ayat
sebelumnya. Ungkapan dimaksud adalah "fa man lam yajid (raqabatan
= tidak diungkapkan secara eksplisit) fa ¡iy±mu… yang terdapat pada Srah
al-Muj±dalah (58/105) ayat empat. Ungkapan dimaksud (raqabah) dapat
dipahami dari ayat sebelumnya, di mana orang yang men§ih±r isterinya,
kemudian ingin menarik kembali perkataannya (§ih±r) itu, maka sebelum
orang itu menggauli (bersetubuh dengan) isterinya, dia terlebih dahulu
membebaskan raqabah, yakni seorang budak.
Dari ketujuh ayat
tersebut, ungkapat raqabah terulang sebanyak tiga kali, ungkapan f³
ar-riq±b terulang dua kali. Ayat-ayat dimaksud adalah sebagai berikut:
a.
Srah al-Balad (90/35) ayat 13:
فَكُّ رَقَبَةٍ
Melepaskan budak dari
perbudakan
b. Srah al-Baqarah (2/87)
ayat 177:.
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوْا
وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللهِ
وَ الْيَوْمِ اْلآخِرِ وَ الْمِلآئِكَةِ وَ الْكِتَابِ وَ النَّبِيِّيْنَ وَ آتَى الْمَالَ
عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَ الْيَتَامَى وَالْمِسَاكِيْنَ وَ ابْنَ السَّبِيْلِ
وَ السَّآئِلِيْنَ وَ فِي الرِّقَابِ ...
Bukanlah
menghadapkan wajah kalian ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
budak…
c.
Srah an-Nis± (4/92) ayat 92:
وَ مَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ
يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلاَّ خَطَأً وَ مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ
مُؤْمِنَةٍ وَ دِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلاّ أَنْ يَصَّدَّقُوْا فَإِنْ
كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ
مُؤْمِنَةٍ وَ إِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَ بَيْنَهُمْ مِيْثَاقٌ فَدِيَةٌ
مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ
فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ...
Dan
tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena
tersalah (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali
jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika dia (si terbunuh) dari kaum
yang memusuhi kalian, padahal dia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh)
memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika dia (si terbunuh) dari kaum
(kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kalian, maka
(hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak
memperolehnya, maka hendaklah dia (si pembunuh) berpuasa dua bulan
berturut-turut …
d.
Srah al-Muj±dalah (58/105) ayat tiga:
وَ الَّذِيْنَ يُظَاهِرُوْنَ مِنْ
نِسَآئِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ
أَنْ يَتَمَاسَّا...
Orang-orang yang menzih±r isteri
mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka
(wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu
bercampur…
e.
Srah
al-M±'idah (5/112) ayat 89:
لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللهُ بِاللَّغْوِ
فِيْ أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ اْلأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ
إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِيْنَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ أَهْلِيْكُمْ أَوْ
كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ...
Allah tidak menghukum kalian
disebabkan sumpah-sumpah kalian yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi
Dia menghukum kalian disebabkan sumpah-sumpah yang kalian sengaja, maka kaff±rat
(melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari
makanan yang biasa kalian berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian
kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup
melakukan yang demikian, maka kaff±ratnya puasa selama tiga hari…
f.
Srah
at-Tawbah (9/113) ayat 60:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ
وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ
...
Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak…
Dari informasi ayat-ayat di atas, diketahui bahwa ayat
yang pertama diturunkan mengenai budak dan perbudakan ini, yaitu Srah
al-Balad (90/35) ayat 13. Ayat ini memberikan informasi bahwa upaya
melepaskan budak dari ikatan perbudakan dengan menggunakan ungkapan "fakku
raqabah". Kata "fakku" yang akar katanya terdiri atas
huruf-huruf "f± dan k±f", mempunyai satu arti dasar,
yaitu: "terbuka dan terbelah".
Dari ungkapan "fakku raqabah" ini, dapat dipahami bahwa ayat
ini menghendaki dibebaskannya budak dari isolasi perbudakan yang membatasi
kebebasannya. Mengingat bahwa ayat yang pertama berbicara tentang budak ini
menghendaki pembebasan budak, berarti perbudakan itu memang sudah dikenal
di kalangan masyarakat Islam. Akan
tetapi, tidak dapat dikatakan bahwa Islam melestarikan perbudakan, bahkan
sebaliknya, dia berusaha mengurangi dan kalau mungkin menghapuskannya. Hal ini
dapat dipahami dari ayat-ayat yang menggunakan ungkapan raqabah, raqabatin
mu'minatin, dan f³ ar-riq±b, semuanya dalam konteks pembebasan
budak, baik budak yang beriman, maupun budak pada umumnya.
Kembali kepada Srah al-Balad (90/35) ayat 13,
jika dilihat secara sistematis, dapat diketahui bahwa pembebasan budak itu
sulit, dapat dibandingkan dengan jalan mendaki, tetapi ia merupakan jalan yang
baik.
Secara keseluruhan, ayat-ayat yang menggunakan ungkapan
dalam kategori pertama ini disampaikan dalam upaya pembebasan perbudakan.
Informasi awal berisi "pembebasan budak dari perbudakan itu merupakan
jalan kebaikan, kendatipun sulit, laksana jalan mendaki".
Kemudian, diinformasikan bahwa "memberikan harta untuk pembebasan budak
merupakan salah satu bentuk kebaktian".
Selanjutnya, diperintahkan agar orang mukmin yang tidak sengaja membunuh orang
mukmin yang lain, baik antara si pembunuh dan yang terbunuh itu tidak ada
permusuhan, maupun ada permusuhan atau ada perjanjian damai, maka (si pembunuh
itu) memerdekakan seorang budak yang beriman.
Informasi berikutnya, pembebasan budak itu dilakukan untuk kaff±rat §ih±r, sebelum
suami-isteri itu bercampur,
dan kaff±rat melanggar sumpah yang disengaja.
Informasi terakhir berisi bahwa "salah satu kelompok penerima zakat adalah
orang yang berupaya membebaskan budak".
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa Alquran dengan
ungkapan kategori pertama ini hanya menginformasikan pembebasan perbudakan,
yang diawali dengan menyatakan bahwa pembebasan perbudakan itu adalah kebaikan,
kemudian memberikan alternatif beberapa jalur pembebasan tersebut, pada
akhirnya secara umum orang yang berusaha memerdekakan budak itu diberi hak
menjadi salah satu kelompok penerima zakat.
2. Ayat-ayat yang menggunakan ungkapan 'abd
dan derivasinya
Ayat-ayat yang menggunakan ungkapan 'abd dan derivasinya yang relevan dengan pembahasan
ini terulang lima kali, yaitu: a. Srah asy-Syu'ar± (26/47) ayat 22; b. Srah
ad-Dukh±n (44/64) ayat 18; c. Srah an-Na¥l (16/70) ayat 75; d. Srah
al-Baqarah (2/87) ayat 178; dan e. Srah an-Nr (24/102) ayat 32,
selengkapnya sebagai berikut:
a. Srah asy-Syu'ar± (26/47) ayat 22:
وَتِلْكَ نِعْمَةٌ تَمُنُّهَا
عَلَيَّ أَنْ عَبَّدْتَ بَنِي إِسْرَائِيلَ.
Budi yang kamu limpahkan kepadaku
itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil".
b. Srah ad-Dukh±n (44/64) ayat 18:
أَنْ أَدُّوا إِلَيَّ عِبَادَ اللَّهِ إِنِّي
لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ
(dengan berkata): "Serahkanlah kepadaku
hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kalian perbudak). Sesungguhnya aku adalah
utusan (Allah) yang dipercaya kepada kalian,
c. Srah an-Na¥l (16/70) ayat 75:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً عَبْدًا
مَمْلُوكًا لاَ يَقْدِرُ عَلَى شَيْءٍ وَمَنْ رَزَقْنَاهُ مِنَّا رِزْقًا حَسَنًا فَهُوَ
يُنْفِقُ مِنْهُ سِرًّا وَجَهْرًا هَلْ يَسْتَوُوْنَ...
Allah membuat perumpamaan berupa
seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap
sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari Kami, lalu dia
menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan,
adakah mereka itu sama?
d. Srah al-Baqarah (2/87)
ayat 178:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ
وَاْلأنْثَى بِاْلأُنْثَى ...
Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kalian qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita.
e. Srah an-Nr (24/102) ayat
32:
وَأَنْكِحُوا اْلأَيَامَى مِنْكُمْ
وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ...
Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kalian, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Ayat-ayat di atas memberikan informasi bahwa dahulu
Fir'awn pernah memperbudak Ban³ Isr±'³l, karena itu Ms± meminta agar
Fir'awn mengembalikan mereka kepadanya, karena dia diutus oleh Allah menjadi
rasul bagi mereka. Selanjutnya Allah membuat perumpamaan, budak yang dimiliki
adalah orang yang tidak dapat bertindak atas kemauannya sendiri terhadap milik
tuannya, dibandingkan dengan tuannya itu sendiri yang punya kebebasan untuk
menggunakan hartanya, baik dengan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
Dalam hal ini, tentu keduanya tidak sama. Perumpamaan tersebut Allah sampaikan
dalam rangka membandingkan kekeliruan orang yang mensyarikatkan Allah dengan
sesuatu yang lain. Allah punya kebebasan mutlak, sedangkan yang dijadikan
syarikat-Nya adalah sesuatu yang terbatas.
Srah al-Baqarah (2/87) ayat 178 berkenaan dengan
hukum qi¡±¡, di mana harus ada keadilan dan keseimbangan terhadap si
terbunuh. Kalau si terbunuh itu orang yang merdeka, maka qi¡±¡nya juga
orang yang merdeka. Begitu pula, kalau si terbunuh itu budak atau wanita. Dalam
hal ini, tersirat pula upaya mengurangi eksistensi budak.
Ayat terakhir dalam kategori kedua ini berbicara masalah sosial
kemasyarakatan, di mana para pria dan wanita yang menyendiri, padahal mereka
itu layak untuk kawin, maka masyarakat dianjurkan untuk mencarikan jalan agar
mereka itu bias kawin, begitu pula dengan para budak, baik pria maupun wanita.
Di sini, terlihat bahwa Alquran juga memperhatikan kehidupan sosial para budak,
tanpa membedakannya dengan orang-orang merdeka.
Uraian-uraian ini memberikan gambaran bahwa Alquran menginformasikan perbudakan
itu ada sejak zaman Fir'awn. Walaupun demikian, Allah mengutus Ms± untuk
memulihkan kebebasan Ban³ Isr±'³l yang telah diperbudak oleh Fir'awn
tersebut. Dalam sejarah Islam, perbudakan itu ada sebelum Mu¥ammad saw. Diutus
menjadi Rasul. Artinya, Islam menghadapi kenyataan adanya perbudakan. Akan
tetapi, perlu diingat --seperti telah diuraikan sebelumnya—bahwa Alquran
memberikan beberapa alternatif, berupa beberapa jalur-jalur tertentu untuk
membebaskan budak-budak, baik sebagai sanksi hukum, maupun sebagai upaya
sukarela kemanusiaan. Dengan demikian, anggapan bahwa Alquran melestarikan
perbudakan, tidak dapat diterima, karena tidak sesuai dengan informasi Alquran
sendiri.
3. Ayat-ayat yang menggunakan ungkapan m± malakat aym±n… /yam³nuka
Ayat-ayat yang menggunakan ungkapan m± malakan aym±n…/yam³nuka terdapat
dalam 14 ayat dengan jumlah pengulangan sebanyak 15 kali, yaitu: a. Srah
an-Na¥l (16/70) ayat 71; b. Srah al-Mu'min (23/74) ayat enam; c. Srah
al-Ma'±rij (70/79) ayat 30; d. Srah ar-Rm (30/84) ayat 28; e. Srah
al-A¥z±b (33/90) ayat 50, 52, dan 55; f. Srah an-Nis± (4/92) ayat
3, 24, 25, dan 26; dan g. Srah an-Nr
(24/102) ayat 31, 33, dan 58. Selengkapnya ayat-ayat tersebut adalah
sebagai berikut:
a.
Srah
an-Na¥l (16/70) ayat 71:
وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ فَمَا الَّذِينَ
فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَى مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ
سَوَاءٌ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ.
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian
yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu)
tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar
mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari ni`mat Allah?
b.
Srah
al-Mu'min (23/74) ayat enam:
وَكَذَلِكَ حَقَّتْ
كَلِمَةُ رَبِّكَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّهُمْ أَصْحَابُ النَّارِ.
Dan demikianlah telah pasti berlaku ketetapan azab Tuhanmu terhadap
orang-orang kafir, karena sesungguhnya mereka adalah penghuni neraka.
c.
Srah
al-Ma'±rij (70/79) ayat 30:
إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ
أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ.
Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki
maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidaklah tercela.
d.
Srah
ar-Rm (30/84) ayat 28:
ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلاً
مِنْ أَنْفُسِكُمْ هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ فِي
مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ
كَذَلِكَ نُفَصِّلُ اْلآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ.
Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu
sendiri. Apakah ada di antara hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu,
sekutu bagimu dalam (memiliki) rezki yang telah Kami berikan kepadamu; maka
kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezki itu, kamu takut kepada
mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah Kami jelaskan
ayat-ayat bagi kaum yang berakal.
e. Srah al-A¥z±b (33/90) ayat 50, 52, dan 55:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ
إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللاَّتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ
يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ
وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالاَتِكَ اللاَّتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً
إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا
خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ
فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلاَ يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ
وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا.
Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu
isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu
miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan
Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki
bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak
perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara
perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mu'min yang
menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan
bagimu, bukan untuk semua orang mu'min. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa
yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya
yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
لاَ يَحِلُّ
لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلاَ أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ
حُسْنُهُنَّ إِلاََّ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا.
Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan
sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang
lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba
sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.
لاَ جُنَاحَ عَلَيْهِنَّ
فِي آبَائِهِنَّ وَلاَ أَبْنَائِهِنَّ وَلاَ إِخْوَانِهِنَّ وَلاَ أَبْنَاءِ إِخْوَانِهِنَّ
وَلاَ أَبْنَاءِ أَخَوَاتِهِنَّ وَلاَ نِسَائِهِنَّ وَلاَ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ
وَاتَّقِينَ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدًا.
Tidak ada dosa atas isteri-isteri Nabi (untuk berjumpa
tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara
laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki
dari saudara mereka yang perempuan, perempuan-perempuan yang beriman dan hamba
sahaya yang mereka miliki, dan bertakwalah kamu (hai isteri-isteri Nabi) kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.
f. Srah an-Nis± (4/92) ayat 3, 24, 25, dan 26:
وَإِنْ
خِفْتُمْ ألاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ
مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ...
Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kalian mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
وَالْمُحْصَنَاتُ
مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ...
dan (diharamkan juga kalian mengawini) wanita yang
bersuami, kecuali budak-budak yang kalian miliki …
وَمَنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلاً أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ
مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ...
Dan barangsiapa di antara kalian (orang merdeka) yang
tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia
boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kalian miliki. …
وَاعْبُدُوا
اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى
وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ
بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا.
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
g. Srah an-Nr (24/102) ayat 31, 33, dan 58:
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ
أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ
نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ ...
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki…
وَلْيَسْتَعْفِفِ
الَّذِينَ لاَ يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَالَّذِينَ
يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ
فِيهِمْ خَيْرًا وَآتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي ءَاتَاكُمْ وَلاَ تُكْرِهُوا
فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَمَنْ يُكْرِهُّنَّ فَإِنَّ اللَّهَ مِنْ بَعْدِ إِكْرَاهِهِنَّ غَفُورٌ
رَحِيمٌ.
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah
menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan
karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian,
hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan
pada mereka, dan 1038 berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang
dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk
melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu
hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka)
sesudah mereka dipaksa (itu).
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ
لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ...
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak
(lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di
antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari)…
Dari ayat-ayat kategori ketiga yang membicarakan perbudakan ini, diperoleh
informasi sebagai berikut:
Orang merdeka itu rezekinya lebih
dari budak, diharapkan sebagiannya dia berikan kepada budaknya. Orang yang
tidak mau memberikan sebagian hartanya kepada budaknya, dinilai orang yang
kafir nikmat. Selanjutnya Allah membuat sebuah perumpamaan, orang yang
mensyarikatkan Allah dengan sesuatu, dengan perbandingan, orang yang merdeka
yang memiliki harta dan budak, lalu budak itu ingin bersyarikat dengan tuannya
dalam menggunakan harta milik tuannya. Hal ini tentunya tidak logis dan tidak
pantas.
Berkenaan dengan perkawinan, seorang laki-laki mukmin dibolehkan beristeri
sampai dengan empat orang. Secara khusus pula, Nabi Muhammad saw. Tidak
diperkenankan mengganti isteri-isterinya itu dengan yang lain, walaupun wanita
itu mempesona beliau. Hal ini diawasi langsung oleh Allah swt.
Dalam pergaulan bermasyarakat, isteri-isteri Nabi saw. Jika orang-orang
beriman laki-laki ingin berkomunikasi dengan mereka, hendaknya dari balik tabir
saja. Yang dibolehkan berkomunikasi tanpa tabir hanyalah; ayah-ayah mereka,
anak-anak laki-laki mereka, saudara-saudara mereka, anak-anak laki-laki saudara
mereka, anak-anak laki-laki saudari mereka, perempuan-perempuan mereka dan
budak-budak yang mereka miliki.
Orang-orang yang beriman yang jika mereka mengawini beberapa orang anak
yatim, takut tidak dapat berlaku adil, maka hendaknya mengawini wanita-wanita
yang lain, dua, tiga atau empat orang. Jika masih takut tidak dapat berlaku
adil, kawinilah seorang saja, atau budak yang dimiliki saja.
Ada sejumlah wanita yang haram dinikahi, baik karena ma¥ram, maupun
karena persemendaan, dan wanita-wanita yang masih bersuami, kecuali budak-budak
yang kalian miliki, yaitu "wanita-wanita tawanan perang, sedang suami
mereka tidak turut tertawan".
Masih berkaitan dengan perkawinan, orang beriman yang tidak punya kemampuan
financial untuk menikahi wanita-wanita beriman yang merdeka, dia boleh
mengawini budak-budak wanita beriman yang kalian miliki.
Pemilik-pemilik budak harus berbuat baik kepada budak-budak mereka,
sebagaimana mereka harus berbuat baik
kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga yang dekat
dan yang jauh, teman sejawat dan musafir yang kehabisan biaya. Tidak mau
berbuat baik kepada mereka, oleh Allah dianggap orang yang sombong.
Ada beberapa pembatasan bagi wanita-wanita beriman, mereka disuruh menahan
pandangan mereka, memelihara kemaluan mereka, dilarang menampakkan
perhiasan-perhiasan mereka. Dada-dada mereka, hendaknya ditutup dengan
kerudung. Menampakkan perhiasan hanya dibolehkan kepada suami-suami mereka,
mertua-mertua mereka, putera-putera mereka, putera-putera suami mereka,
saudara-saudara mereka, putera-putera saudara mereka, puterta-putera saudari
mereka, wanita-wanita beriman, dan budak-budak yang mereka miliki.
Budak-budak yang kaian miliki, jika mereka menginginkan perjanjian untuk
memerdekaan diri mereka –jika kalian ketahui dalam hal itu ada yang lebih baik
daripada mereka tetap menjadi budak— hendaklah kalian buat perjanjian, dan
berikan sebagian harta yang kalian miliki kepada mereka. Jangan kalian memaksa
budak-budak wanita yang kalian miliki untuk melacur –demi keuntungan duniawi
kalian— kalau mereka menginginkan kesucian. Kalau pun mereka terpaksa melacur
karena perintah kalian, Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada mereka.
Ayat terakhir dalam kategori ketiga ini, berbicara mengenai adab atau tata
susila. Hamba-hamba yang kalian miliki dan anak-anak yang belum balig, jika
mereka hendak memasuki kamar kalian, hendaknya mereka meminta izin dalam tiga
waktu tertentu, sebelum kalian salat ¢ubu¥, ketika kalian menanggalkan
pakaian luar di tengah hari, dan sesudah kalian salat 'Isy±.
Demikianlah selengkapnya informasi Alquran berkenaan dengan perbudakan,
sama sekali tidak menginginkan kelestarian perbudakan. Kalaupun perbudakan itu
masih ada, mereka harus diperlakukan dengan baik. Sasaran yang ingin dicapai
oleh Alquran adalah terhapusnya perbudakan, atau paling tidak meminimalkan
jumlah budak-budak yang ada, dengan membuka peluang berupa alternatif pembebasan
mereka.
Apabila ditelusuri turunnya ayat yang berkenaan dengan perbudakan ini, maka
ayat pertama adalah Srah al-Balad (90/35) ayat 13 yang menginformasikan
bahwa memerdekakan budak itu adalah pekerjaan berat laksana jalan mendaki,
tetapi ia merupakan kebaikan. Sedangkan ayat yang terakhir diturunkan berkenaan
dengan hal ini adalah Srah at-Tawbah (9/113) ayat 60 yang menetapkan
orang yang berupaya untuk membebaskan budak, menjadi salah satu kelompok
penerima zakat. Ungkapan Alquran mengenai perbudakan dengan bentuk kalimat
verbal "'abbadta" hanya ditemukan satu kali, yaitu pada Srah
asy-Syu'ar± (26/47) ayat 22 ketika Allah menginformasikan dialog Ms± as.
dengan Fir'awn. Hal ini menggambarkan bahwa perbudakan itu telah ada sejak
zaman Fir'awn. Sampai masa berkembangnya Islam, perbudakan itu masih ada,
tetapi Islam dengan sumber ajarannya adalah Alquran, berusaha mengurangi dan
kalau mungkin menghapuskannya.
D.
Penutup
Untuk mengakhiri pembahasan dalam makalah ini, penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Perbudakan adalah masalah kemanusiaan yang menurut informasi Alquran
telah ada sejak zaman Fir'awn yang memperbudak Ban³ Isr±'³l. Lalu Allah
mengutus Ms± as. Menjadi Rasul untuk membebaskan Ban³ Isr±'³l dari
perbudakan itu.
2. Tuduhan bahwa Alquran melestarikan adanya perbudakan tidak dapat
diterima, karena ayat-ayat Alquran sendiri menginformasikan beberapa
alternatif, baik yang bersifat anjuran maupun berupa sanksi hukum, untuk
membebaskan budak-budak secara umum, atau budak-budak yang beriman.
3. Walaupun Alquran masih mengakui adanya perbudakan, namun dalam beberapa
hal mereka diperlakukan sama dengan orang-orang yang merdeka. Mereka berhak
mendapatkan makanan, pakaian dan pendidikan serta berkeluarga. Jika mereka
layak untuk mendapatkan kebebasan, maka tuannya diharapkan memberikan kemudahan.
Demikianlah apa yang dapat penulis pahami dari Alquran mengenai perbudakan
ini.