Minggu, 24 Juni 2012

Contoh Proposal (sponsorship) dengan Telkomsel Indonesia


PROPOSAL

PERMOHONAN BANTUAN
 ACARA PANGGUNG HIBURAN 2012
Dengan
TELKOMSEL INDONESIA 


 














PONDOK PESANTREN
MATHLA’UL ANWAR
RANTAU BUJUR HILIR
TAHUN 2012


PROPOSAL
PANGGUNG HIBURAN 2012
PESANTREN MATHLA’UL ANWAR
RANTAU BUJUR HILIR

 I.  PENDAHULUAN
Pondok Pesantren Mathla’ul Anwar merupakan salah satu pesantren di kecamatan Sungai Tabukan yang sudah berumur 48 Tahun. Setiap Tahun melaksanakan  kenaikan kelas dengan cara yang unik. Pelaksanaan dilakukan pada malam hari. Hal ini dilakukan agar dapat dihadiri oleh segenap lapisan  masyarakat sebab pada siang hari rata-rata memiliki kesibukan sehingga sulit meluangkan waktu untuk hadir. Kegiatan tersebut menampilkan ketermpilan seni siswa. Di beberapa tahun terakhir kegiatan kenaikan kelas dilakukan dengan cukup meriah yakni dibarengi dengan acara lain. Dan untuk tahun ini kami merencanakan kenaikan kelas dibarengi dengan kegiatan lain yaitu, Renungan Malam, Pengukuhan dan Perpisahan, Pentas Seni Siswa, Jalan Santai dan Nonton Bareng Final Euro 2012. Kegiatan Tersebut memerlukan dana. Untuk itu kami berusaha menggandeng Donatur untuk bisa bekerja sama dalam bentuk sumbangan ataupun kerjasama saling menguntungkan lainnya.

II.      NAMA KEGIATAN
Nama kegiatan ini adalah “PANGGUNG HIBURAN  2012” Pondok Pesantren Mathla’ul Anwar.

III.   TEMA KEGIATAN
“Pesantren Membangun Karakter Seni”

IV.   BENTUK KEGIATAN
Panggung Hiburan  2012 dilaksanakan beberapa rangkaian acara yaitu:
1. Malam Renungan
2. Jalan Santai
3. Perpisahan dan Pengukuhan siswa kelas VI dan IX
4. Pentas Hiburan Santri
5. Nonton Bareng Final Euro 2012

V.     TUJUAN KEGIATAN
1. Menjalin Silaturrahmi antara siswa, Perangkat Pesantren dan warga sekitar.
2. Mendidik  Siswa agar Berbudi pekerti Luhur  sehat jasmani dan rohani
3. Membentuk Jiwa Seni pada diri siswa
4. Menyalurka Kegiatan Positif Siswa dan Generasi muda sekitar.

VI.   SASARAN KEGIATAN
1.      Malam Renungan : Sasaran Siswa Kelas VI, IX dan Seluruh Dewan Guru   Jumlah Peserta 150 orang
2.      Perpisahan dan Pengukuhan : Sasaran Siswa kelas VI, IX, Dewan Guru, Wali Siswa, Perkiraan Peserta 300 Orang
3.      Pentas Hiburan Santri : Sasaran Siswa TK 150 orang, MI 340 Orang, MTs 198 Orang, Warga 8 Desa Sekitar lebih dari 1.000 orang
4.      Nonton Final Euro 2012: Sasaran Warga Sekitar 500 Orang.
5.      Santai : Sasaran  Sasaran Siswa TK 150 orang, MI 340 Orang, MTs 198 Orang, Warga 8 Desa Sekitar lebih dari 1.000 orang


VII. WAKTU dan TEMPAT KEGIATAN
Kegiatan ini dilaksanakan selama 3 hari yaitu pada tanggal 28 Juni, 30 Juni dan 1 Juli 2012 Bertempat di Halaman Kompleks Pondok Pesantren Mathla’ul Anwar Rantau Bujur Hilir Kec. Sungai Tabukan.  
VIII.                         SUSUNAN PANITIA
            Pelindung                    : K. H. Muhammad Ramli (Pimpinan Pondok Pesantren)
Penanggung Jawab     : M. Anshari, S.Pd.I ( Kepala MTs Mathla’ul Anwar)
                                      H. Farid Wijdan, S.Pd.I ( Kepala MI Mathla’ul Anwar )
                                      Ainun Jariah (Kepala TK Mathla’ul Anwar)

Ketua Panitia                                     : Muliani, S. Sos
Sekretaris                                          : Aulia Rahman, S. P
Bendahara                                          : Al Amin
Seksi acara                                          : 1. Fahriannor (Malam Renungan)
                                                                   2. A. Kusairi, S.Pd.I (Pengukuhan)
    3. Jazul Akhyar, S.Pd.I (Malam Pentas Siswa)
    4. Bunyamin  H. B, S. Sos (Jalan Santai)
Dokumentasi                                        : Miftahuddin
Konsumsi                                                  : Dhohiriyah, S. E
Perlengkapan                                        : A. Rujani, S. Pd
Sound System                                           : Abdillah, S. Pd. I
Dekorasi                                                    : Ideham, S. Pd



IX.   SUSUNAN ACARA :
A. Untuk Renungan tgl 28 Juni 2012
1.       18.00 – 8.30              : Pembukaan
2.       18.30 – 20.00             : Shalat Magrib dan Isya berjamaah
3.       20.00 – 23.00              : Gladi Bersih Untuk Pentas
4.      24.00 – 03. 00              : Istirahat (Tidur)
5.       03-00 – 03.30              : Shalat Tahajud
6.       03.30-05.30              : Renungan dan Istighasah
7.   05.30-06.00                 : Shalat Subuh berjamaah
8.   06.00-08.00                 : Senam Massal
B. Untuk Perpisahan dan Pengukuhan ( Tanggal 30 Juni 2012)
    Dimulai pukul 08.00 s.d selesai.
              Susunan Acara :
1.      Pembukaan
2.      Pegajian ayat Suci Al Quran
3.      Sambutan-Sambutan
4.      Prosesi Pengukuhan
5.      Doa/Penutup
C. Untuk Acara Malam Pentas Siswa (30 Juni 2012) Dimulai Pukul 20.00 s.d Selesai
Susunan Acara :
1.      Pembukaan
2.      Sambutan Pimpinan Pesanren
3.      Pentas Siswa TK
4.      Pentas Siswa MI : Tari, Madihin, Lawak
5.      Pentas Siswa MTs : Tari, Komedi, Qasidahan, Drama
6.      Penutup
D. Untuk Nonton Bareng Final Euro 2012 Tanggal 1 Juli 2012
     Dimulai Pukul 03.00-selesai.
E. Untuk Jalan Santai Tanggal 1 Juli 2012 Dimulai Pukul 08.00-Selesai
            1. Pembukaan
2. Pengarahan
3. Jalan Santai 2 km (PP)
4. Pengundian dan Pemberian Dorprize
5. Penutup
IX. Uraian Anggaran
No
Uraian
Jumlah
1
Sekretariat
 Rp         500.000
2
Dokumentasi
 Rp      1.000.000
3
Sewa Tenda
 Rp      1.750.000
4
Sewa Sound System
 Rp         600.000
5
Panggung
 Rp      1.500.000
6
Dekorasi Panggung
 Rp         600.000
7
Snack
 Rp      4.500.000
8
Dorprize
 Rp      3.500.000

Jumlah
 Rp    13.950.000





XI.   PENUTUP
Demikian proposal ini kami buat sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan PANGGUNG HIBURAN 2012 serta dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Ketua Pelaksana                                                 Sekretaris,

Muliani, S. Sos                                                   Aulia Rahman, S. P

Megetahui,
1.      K. H. Muhammad Ramli                             (..........................................)
(Pimpinan Pesantren)
2.      M. Anshari, S. Pd.I                                      (.........................................)
(Kepala Madrasah Tsanawiyah)                              
3.      H. Farid Wijdan                                           (.........................................)
(Kepala Madrasah Ibtidaiyah)

Selasa, 19 Juni 2012

ULUMUL QUR'AN: Wawasan al-Quran Tentang Perbudakan


WAWASAN ALQURAN TENTANG PERBUDAKAN
Prof. DR. H. Abdullah Karim, M. Ag
Dosen Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin

Abstrak: Perbudakan merupakan masalah sosial yang ada sebelum Islam disyariatkan kepada Nabi Muhammad saw. dan umatnya. Islam dengan ajaran-ajarannya yang terdapat dalam Alquran mempunyai pandangan tersendiri mengenai perbudakan ini. Kajian ini difokuskan pada beberapa ungkapan yang digunakan oleh Alquran untuk menginformasikan perbudakan, yaitu; ta'b³d, raqabah / ar-riq±b, dan m± malakat yam³n… / aym±n…. Berdasarkan kajian terhadap term-term yang terdapat di dalam Alquran tersebut, diperoleh pemahaman bahwa tidak ada bukti kuat, anggapan tentang Alquran melestarikan perbudakan. Memang, Alquran mengakui adanya perbudakan sebagai realitas sosial yang telah berlangsung, terutama pada saat Fir'awn berkuasa. Alquran justru memandang bahwa pembebasan budak sebagai alternatif. Pengakuan terhadap keberadaan budak dimaksudkan agar pembebasannya dilakukan dengan cara yang baik, sesuai dengan kesiapan budak itu sendiri untuk hidup mandiri. Tidak mustahil, jika pembebasan budak dilakukan dengan tanpa pertimbangan matang, justeru, akan menelantarkan dan membuat mereka kehilangan pekerjaan. Di sinilah, Islam menganjurkan untuk memperlakukan budak-budak dengan baik, yakni memperlakukan mereka sebagaimana layaknya orang merdeka.

Kata-kata kunci: Budak, perbudakan, hak budak, ‘abd, ta'b³d, raqabah, dan aym±n.

A.    Pendahuluan
Perbudakan merupakan masalah sosial yang banyak disorot oleh banyak pihak, terutama kalangan penegak hak asasi manusia. Alasannya adalah, perbudakan itu tidak relevan dengan fitrah manusia dan bertentangan dengan kebebasan yang menjadi fondasi ajaran agama sendiri. Islam, terutama sekali Alquran yang merupakan sumber ajarannya, sering dituduh melestarikan perbudakan. Tuduhan ini dilontarkan orang, karena di dalam Alquran memang disinggung masalah budak dan perbudakan. Walaupun demikian, untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai hal tersebut, harus dilakukan kajian intensif dengan menelaah ayat-ayat terkait secara menyeluruh. Dengan kajian tersebut, diharapkan akan ditemukan konsep Alquran mengenai perbudakan. Dalam metodologi tafsir, kajian seperti ini diistilahkan dengan metode tafsir tematis (maw«u'iy).
Tulisan ini mencoba memberikan jawaban terhadap masalah: Bagaimana wawasan Alquran terhadap perbudakan? Apakah Alquran memang ingin melestarikan perbudakan atau sebaliknya ingin menghapus atau paling tidak mengurangi perbudakan?

B. Analisis Terminologis
Sebelum memasuki pembahasan inti dalam tulisan ini, terlebih dahulu diuraikan terminologi perbudakan dalam Alquran dengan mengacu pada pemakaian Bahasa Arab. Padanan istilah budak dalam Bahasa Arab adalah 'abdun atau raq³qun,[1] sedangkan memperbudak padanannya adalah ta'b³d, i'tib±d, atau isti'b±d.[2] Kata 'abdun, yang akar katanya huruf-huruf: 'ayn, b±, dan d±l, mempunyai dua makna pokok yang saling bertentangan, yaitu; "kelemahan dan kehinaan" serta "kekerasan dan kekasaran".[3] Dari makna pertama diperoleh kata 'abdun  yang bermakna maml­k, berarti yang dimiliki, bentuk pluralnya (jamak) adalah 'ab³d, 'ubud, a'bud, dan 'ibd±n.[4] Dari makna pertama ini juga diperoleh kata 'abdun, yang bermakna hamba-hamba Allah, bentuk pluralnya adalah 'ib±d. Dari kata inilah terambil kata "'abada – ya'budu – 'ib±datan" yang secara leksikal bermakna "tunduk, merendahkan diri dan menghinakan diri kepada dan di hadapan Allah".[5]
Ibr±h³m An³s dan kawan-kawan menyebutkan pula bahwa hamba atau budak-budak dalam Bahasa Arab diambil dari: 'abuda – 'ubd±n dan 'ubdiyyatan yang berarti: "dia menjadi hamba atau budak, begitu pula nenek moyangnya sebelumnya".[6] Lebih lanjut al-I¡bah±niy menjelaskan bahwa budak atau hamba itu dibedakan atas empat macam, yaitu; 1. Hamba karena hukum, yakni budak-budak, 2. Hamba karena penciptaan, yakni semua makhluk ciptaan Tuhan, 3. Hamba karena pengabdian kepada Allah, yaitu orang-orang mukmin yang menunaikan hukum Tuhan dengan ikhlas, dan 4. Hamba karena memburu dunia dan kesenangannya, seperti yang disebutkan dalam hadis Nabi saw.: Ta'isa 'abd ad-D³n±r.[7]
Yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini adalah budak atau hamba dalam pengertian yang pertama. Ungkapan Alquran yang menggunakan kata 'abd dan derivasinya berjumlah 275 kali.[8] Yang berkaitan dan relevan dengan budak atau hamba dalam tulisan ini hanya lima kali.[9] Ungkapan lain yang digunakan oleh Alquran adalah raqabah yang terulang sebanyak tiga kali,[10] raqabatin  mu'minatin  terulang  sebanyak  tiga kali,[11] fi ar-Riq±b
terulang sebanyak dua kali,[12] m± malakat aym±nukum, m± malakat aym±nuhum, m± malakat aym±nuhunna, dan m± malakat yam³nuka terulang sebanyak 15 kali.[13]
Ungkapan raqabah, bentuk pluralnya adalah riq±b dan raqab±t[14] yang akar katanya terdiri atas huruf-huruf: r±, q±b, dan , mempunyai satu arti dasar, yaitu: "tegak untuk memelihara sesuatu".[15] Leher disebut raqabah, karena dia memelihara tegaknya kepala, kemudian orang-orang Arab menggunakannya untuk budak atau hamba yang dimiliki orang.[16] Menurut Ibnu F±ris, budak atau hamba dinamakan raqabah, karena ada orang yang tegak mengawasinya, yaitu tuannya,[17] dengan kata lain ada yang mengaturnya.[18]
Ungkapan m± malakat aym±nukum / aym±nuhum / aym±nuhunna / yam³nuka, menunjukkan bahwa budak itu dimiliki oleh tuannya, sehingga kegiatannya tidak dapat bebas seperti orang merdeka.
Secara khusus, Alquran menggunakan ungkapan 'ib±d dalam arti budak, yaitu pada S­rah an-N­r (24/102) ayat 32 yang berbunyi: wa anki¥­ al-ay±m± minkum wa a¡-¡±li¥³n min 'ib±dikum wa im±'ikum. Di sini, 'ib±dikum berarti budak-budak pria yang kalian miliki, sedangkan im±'ikum berarti budak-budak wanita yang kalian miliki. Ayat ini menyangkut anjuran untuk mengawinkan atau mencarikan jalan untuk mempermudah perkawinan orang-orang yang sudah layak kawin, baik orang yang merdeka atau budak-budak yang dimiliki.[19]
Ungkapan 'ib±d pada ayat ini dipahami dalam arti budak, bukan hamba Allah, karena disandarkan kepada ungkapan kum dan diperkuat pula oleh ungkapan im±'ikum  yang berarti budak-budak wanita yang kalian miliki.
Uraian di atas memberikan gambaran bahwa budak atau hamba yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah hamba karena hukum, sehingga seseorang tidak dapat bertindak bebas berdasar keinginannya sendiri dan dia diatur oleh orang yang memilikinya. Sedangkan perbudakan adalah proses atau kegiatan untuk mengubah kedudukan manusia merdeka menjadi budak secara hukum.

C.    Alquran dan Perbudakan
Dari data yang telah dikemukakan terdahulu, diketahui ada beberapa ungkapan yang digunakan oleh Alquran untuk menginformasikan budak atau perbudakan itu. Ungkapan-ungkapan dimaksud dapat dikategorikan kepada tiga kelompok, yaitu ungkapan yang menggunakan raqabah dan derivasinya, ungkapan yang menggunakan ‘abd dan derivasinya, serta ungkapan yang menggunakan kata m± malakat aym±n…/ yam³nuka.
Uraian berikut akan menelusuri ayat-ayat Alquran berdasarkan kategorisasi di atas.
1. Ayat-ayat yang menggunakan ungkapan raqabah dan derivasinya
Ayat-ayat yang menggunakan ungkapan raqabah dan derivasinya terulang tujuh kali, yaitu: a. S­rah al-Balad (90/35) ayat 13; b. S­rah al-Baqarah (2/87) ayat 177; c. S­rah an-Nis± (4/92) ayat 92; d. S­rah Mu¥ammad (47/95) ayat empat; e. S­rah al-Muj±dalah (58/105) ayat tiga; f. S­rah al-M±'idah (5/112) ayat 89; dan g. S­rah at-Tawbah (9/113) ayat 60.
Dari ketujuh ayat tersebut ada satu ayat, yaitu S­rah Mu¥ammad (47/95) ayat empat yang menggunakan ungkapan "fa «arb ar-riq±b" yang mengambil arti "pancung leher".[20] Selain itu, ada pula ayat yang tidak menggunakan ungkapan raqabah secara eksplisit (ma¥©­f), tetapi ungkapan itu dapat diketahui dari ayat sebelumnya. Ungkapan dimaksud adalah "fa man lam yajid (raqabatan = tidak diungkapkan secara eksplisit) fa ¡iy±mu… yang terdapat pada S­rah al-Muj±dalah (58/105) ayat empat. Ungkapan dimaksud (raqabah) dapat dipahami dari ayat sebelumnya, di mana orang yang men§ih±r isterinya, kemudian ingin menarik kembali perkataannya (§ih±r) itu, maka sebelum orang itu menggauli (bersetubuh dengan) isterinya, dia terlebih dahulu membebaskan raqabah, yakni seorang budak.[21]
Dari ketujuh ayat tersebut, ungkapat raqabah terulang sebanyak tiga kali, ungkapan f³ ar-riq±b terulang dua kali. Ayat-ayat dimaksud adalah sebagai berikut:
a.      S­rah al-Balad (90/35) ayat 13: 
فَكُّ رَقَبَةٍ
Melepaskan budak dari perbudakan
b. S­rah al-Baqarah (2/87) ayat 177:.
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ اْلآخِرِ وَ الْمِلآئِكَةِ وَ الْكِتَابِ وَ النَّبِيِّيْنَ وَ آتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَ الْيَتَامَى وَالْمِسَاكِيْنَ وَ ابْنَ السَّبِيْلِ وَ السَّآئِلِيْنَ وَ فِي الرِّقَابِ ...
Bukanlah menghadapkan wajah kalian ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) budak…
c.       S­rah an-Nis± (4/92) ayat 92:
وَ مَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلاَّ خَطَأً وَ مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَ دِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلاّ أَنْ يَصَّدَّقُوْا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَ إِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَ بَيْنَهُمْ مِيْثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ...
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika dia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhi kalian, padahal dia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika dia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kalian, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah dia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut …
d.      S­rah al-Muj±dalah (58/105) ayat tiga:
وَ الَّذِيْنَ يُظَاهِرُوْنَ مِنْ نِسَآئِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا...
Orang-orang yang menzih±r isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur…
e.      S­rah al-M±'idah (5/112) ayat 89:
لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللهُ بِاللَّغْوِ فِيْ أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ اْلأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِيْنَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ أَهْلِيْكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ...
Allah tidak menghukum kalian disebabkan sumpah-sumpah kalian yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kalian disebabkan sumpah-sumpah yang kalian sengaja, maka kaff±rat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kalian berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaff±ratnya puasa selama tiga hari…
f.        S­rah at-Tawbah (9/113) ayat 60:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ ...
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak…
Dari informasi ayat-ayat di atas, diketahui bahwa ayat yang pertama diturunkan mengenai budak dan perbudakan ini, yaitu S­rah al-Balad (90/35) ayat 13. Ayat ini memberikan informasi bahwa upaya melepaskan budak dari ikatan perbudakan dengan menggunakan ungkapan "fakku raqabah". Kata "fakku" yang akar katanya terdiri atas huruf-huruf "dan k±f", mempunyai satu arti dasar, yaitu: "terbuka dan terbelah".[22] Dari ungkapan "fakku raqabah" ini, dapat dipahami bahwa ayat ini menghendaki dibebaskannya budak dari isolasi perbudakan yang membatasi kebebasannya. Mengingat bahwa ayat yang pertama berbicara tentang budak ini menghendaki pembebasan budak, berarti perbudakan itu memang sudah dikenal di  kalangan masyarakat Islam. Akan tetapi, tidak dapat dikatakan bahwa Islam melestarikan perbudakan, bahkan sebaliknya, dia berusaha mengurangi dan kalau mungkin menghapuskannya. Hal ini dapat dipahami dari ayat-ayat yang menggunakan ungkapan raqabah, raqabatin mu'minatin, dan f³ ar-riq±b, semuanya dalam konteks pembebasan budak, baik budak yang beriman, maupun budak pada umumnya.
Kembali kepada S­rah al-Balad (90/35) ayat 13, jika dilihat secara sistematis, dapat diketahui bahwa pembebasan budak itu sulit, dapat dibandingkan dengan jalan mendaki, tetapi ia merupakan jalan yang baik.[23]
Secara keseluruhan, ayat-ayat yang menggunakan ungkapan dalam kategori pertama ini disampaikan dalam upaya pembebasan perbudakan. Informasi awal berisi "pembebasan budak dari perbudakan itu merupakan jalan kebaikan, kendatipun sulit, laksana jalan mendaki".[24] Kemudian, diinformasikan bahwa "memberikan harta untuk pembebasan budak merupakan salah satu bentuk kebaktian".[25] Selanjutnya, diperintahkan agar orang mukmin yang tidak sengaja membunuh orang mukmin yang lain, baik antara si pembunuh dan yang terbunuh itu tidak ada permusuhan, maupun ada permusuhan atau ada perjanjian damai, maka (si pembunuh itu) memerdekakan seorang budak yang beriman.[26] Informasi berikutnya, pembebasan budak itu dilakukan untuk kaff±rat §ih±r, sebelum suami-isteri itu bercampur,[27] dan kaff±rat melanggar sumpah yang disengaja.[28] Informasi terakhir berisi bahwa "salah satu kelompok penerima zakat adalah orang yang berupaya membebaskan budak".[29]
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa Alquran dengan ungkapan kategori pertama ini hanya menginformasikan pembebasan perbudakan, yang diawali dengan menyatakan bahwa pembebasan perbudakan itu adalah kebaikan, kemudian memberikan alternatif beberapa jalur pembebasan tersebut, pada akhirnya secara umum orang yang berusaha memerdekakan budak itu diberi hak menjadi salah satu kelompok penerima zakat.
2.      Ayat-ayat yang menggunakan ungkapan 'abd dan derivasinya
Ayat-ayat yang menggunakan ungkapan 'abd  dan derivasinya yang relevan dengan pembahasan ini terulang lima kali, yaitu: a. S­rah asy-Syu'ar± (26/47) ayat 22; b. S­rah ad-Dukh±n (44/64) ayat 18; c. S­rah an-Na¥l (16/70) ayat 75; d. S­rah al-Baqarah (2/87) ayat 178; dan e. S­rah an-N­r (24/102) ayat 32, selengkapnya sebagai berikut:
a.      S­rah asy-Syu'ar± (26/47) ayat 22:
وَتِلْكَ نِعْمَةٌ تَمُنُّهَا عَلَيَّ أَنْ عَبَّدْتَ بَنِي إِسْرَائِيلَ.
Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil".
b.      S­rah ad-Dukh±n (44/64) ayat 18:
أَنْ أَدُّوا إِلَيَّ عِبَادَ اللَّهِ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ
 (dengan berkata): "Serahkanlah kepadaku hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kalian perbudak). Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepada kalian,
 c. S­rah an-Na¥l (16/70) ayat 75:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً عَبْدًا مَمْلُوكًا لاَ يَقْدِرُ عَلَى شَيْءٍ وَمَنْ رَزَقْنَاهُ مِنَّا رِزْقًا حَسَنًا فَهُوَ يُنْفِقُ مِنْهُ سِرًّا وَجَهْرًا هَلْ يَسْتَوُوْنَ...
Allah membuat perumpamaan berupa seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama?
d. S­rah al-Baqarah (2/87) ayat 178:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَاْلأنْثَى بِاْلأُنْثَى ...
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita.

e. S­rah an-N­r (24/102) ayat 32:
وَأَنْكِحُوا اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ...
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Ayat-ayat di atas memberikan informasi bahwa dahulu Fir'awn pernah memperbudak Ban³ Isr±'³l, karena itu M­s± meminta agar Fir'awn mengembalikan mereka kepadanya, karena dia diutus oleh Allah menjadi rasul bagi mereka. Selanjutnya Allah membuat perumpamaan, budak yang dimiliki adalah orang yang tidak dapat bertindak atas kemauannya sendiri terhadap milik tuannya, dibandingkan dengan tuannya itu sendiri yang punya kebebasan untuk menggunakan hartanya, baik dengan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Dalam hal ini, tentu keduanya tidak sama. Perumpamaan tersebut Allah sampaikan dalam rangka membandingkan kekeliruan orang yang mensyarikatkan Allah dengan sesuatu yang lain. Allah punya kebebasan mutlak, sedangkan yang dijadikan syarikat-Nya adalah sesuatu yang terbatas.[30]
S­rah al-Baqarah (2/87) ayat 178 berkenaan dengan hukum qi¡±¡, di mana harus ada keadilan dan keseimbangan terhadap si terbunuh. Kalau si terbunuh itu orang yang merdeka, maka qi¡±¡nya juga orang yang merdeka. Begitu pula, kalau si terbunuh itu budak atau wanita. Dalam hal ini, tersirat pula upaya mengurangi eksistensi budak.
Ayat terakhir dalam kategori kedua ini berbicara masalah sosial kemasyarakatan, di mana para pria dan wanita yang menyendiri, padahal mereka itu layak untuk kawin, maka masyarakat dianjurkan untuk mencarikan jalan agar mereka itu bias kawin, begitu pula dengan para budak, baik pria maupun wanita. Di sini, terlihat bahwa Alquran juga memperhatikan kehidupan sosial para budak, tanpa membedakannya dengan orang-orang merdeka.
Uraian-uraian ini memberikan gambaran bahwa Alquran menginformasikan perbudakan itu ada sejak zaman Fir'awn. Walaupun demikian, Allah mengutus M­s± untuk memulihkan kebebasan Ban³ Isr±'³l yang telah diperbudak oleh Fir'awn tersebut. Dalam sejarah Islam, perbudakan itu ada sebelum Mu¥ammad saw. Diutus menjadi Rasul. Artinya, Islam menghadapi kenyataan adanya perbudakan. Akan tetapi, perlu diingat --seperti telah diuraikan sebelumnya—bahwa Alquran memberikan beberapa alternatif, berupa beberapa jalur-jalur tertentu untuk membebaskan budak-budak, baik sebagai sanksi hukum, maupun sebagai upaya sukarela kemanusiaan. Dengan demikian, anggapan bahwa Alquran melestarikan perbudakan, tidak dapat diterima, karena tidak sesuai dengan informasi Alquran sendiri.
3. Ayat-ayat yang menggunakan ungkapan m± malakat aym±n… /yam³nuka
Ayat-ayat yang menggunakan ungkapan m± malakan aym±n…/yam³nuka terdapat dalam 14 ayat dengan jumlah pengulangan sebanyak 15 kali,[31] yaitu: a. S­rah an-Na¥l (16/70) ayat 71; b. S­rah al-Mu'min (23/74) ayat enam; c. S­rah al-Ma'±rij (70/79) ayat 30; d. S­rah ar-R­m (30/84) ayat 28; e. S­rah al-A¥z±b (33/90) ayat 50, 52, dan 55; f. S­rah an-Nis± (4/92) ayat 3, 24, 25, dan 26; dan g. S­rah an-N­r  (24/102) ayat 31, 33, dan 58. Selengkapnya ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:
a.      S­rah an-Na¥l (16/70) ayat 71:
وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَى مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ.
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari ni`mat Allah?
b.      S­rah al-Mu'min (23/74) ayat enam:
وَكَذَلِكَ حَقَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّهُمْ أَصْحَابُ النَّارِ.
Dan demikianlah telah pasti berlaku ketetapan azab Tuhanmu terhadap orang-orang kafir, karena sesungguhnya mereka adalah penghuni neraka.
c.       S­rah al-Ma'±rij (70/79) ayat 30:
إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ.
Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidaklah tercela.
d.      S­rah ar-R­m (30/84) ayat 28:
ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلاً مِنْ أَنْفُسِكُمْ هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ فِي مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ اْلآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ.
Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada di antara hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezki yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezki itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal.
e. S­rah al-A¥z±b (33/90) ayat 50, 52, dan 55:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللاَّتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالاَتِكَ اللاَّتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلاَ يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا.
Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mu'min yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mu'min. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
لاَ يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلاَ أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ إِلاََّ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا.
Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.
لاَ جُنَاحَ عَلَيْهِنَّ فِي آبَائِهِنَّ وَلاَ أَبْنَائِهِنَّ وَلاَ إِخْوَانِهِنَّ وَلاَ أَبْنَاءِ إِخْوَانِهِنَّ وَلاَ أَبْنَاءِ أَخَوَاتِهِنَّ وَلاَ نِسَائِهِنَّ وَلاَ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ وَاتَّقِينَ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدًا.

Tidak ada dosa atas isteri-isteri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan, perempuan-perempuan yang beriman dan hamba sahaya yang mereka miliki, dan bertakwalah kamu (hai isteri-isteri Nabi) kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.
f. S­rah an-Nis± (4/92) ayat 3, 24, 25, dan 26:
وَإِنْ خِفْتُمْ ألاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ...
Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kalian mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ...
dan (diharamkan juga kalian mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kalian miliki …
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلاً أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ  ...
Dan barangsiapa di antara kalian (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kalian miliki. …
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا.
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
g.      S­rah an-N­r  (24/102) ayat 31, 33, dan 58:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ ...
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki…
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لاَ يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَالَّذِينَ يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا وَآتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي ءَاتَاكُمْ وَلاَ تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَنْ يُكْرِهُّنَّ فَإِنَّ اللَّهَ مِنْ بَعْدِ إِكْرَاهِهِنَّ غَفُورٌ رَحِيمٌ.
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan 1038 berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa (itu).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ...
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari)…
Dari ayat-ayat kategori ketiga yang membicarakan perbudakan ini, diperoleh informasi sebagai berikut:
Orang merdeka itu rezekinya  lebih dari budak, diharapkan sebagiannya dia berikan kepada budaknya. Orang yang tidak mau memberikan sebagian hartanya kepada budaknya, dinilai orang yang kafir nikmat. Selanjutnya Allah membuat sebuah perumpamaan, orang yang mensyarikatkan Allah dengan sesuatu, dengan perbandingan, orang yang merdeka yang memiliki harta dan budak, lalu budak itu ingin bersyarikat dengan tuannya dalam menggunakan harta milik tuannya. Hal ini tentunya tidak logis dan tidak pantas.
Berkenaan dengan perkawinan, seorang laki-laki mukmin dibolehkan beristeri sampai dengan empat orang. Secara khusus pula, Nabi Muhammad saw. Tidak diperkenankan mengganti isteri-isterinya itu dengan yang lain, walaupun wanita itu mempesona beliau. Hal ini diawasi langsung oleh Allah swt.
Dalam pergaulan bermasyarakat, isteri-isteri Nabi saw. Jika orang-orang beriman laki-laki ingin berkomunikasi dengan mereka, hendaknya dari balik tabir saja. Yang dibolehkan berkomunikasi tanpa tabir hanyalah; ayah-ayah mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara-saudara mereka, anak-anak laki-laki saudara mereka, anak-anak laki-laki saudari mereka, perempuan-perempuan mereka dan budak-budak yang mereka miliki.
Orang-orang yang beriman yang jika mereka mengawini beberapa orang anak yatim, takut tidak dapat berlaku adil, maka hendaknya mengawini wanita-wanita yang lain, dua, tiga atau empat orang. Jika masih takut tidak dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja, atau budak yang dimiliki saja.
Ada sejumlah wanita yang haram dinikahi, baik karena ma¥ram, maupun karena persemendaan, dan wanita-wanita yang masih bersuami, kecuali budak-budak yang kalian miliki, yaitu "wanita-wanita tawanan perang, sedang suami mereka tidak turut tertawan".[32] Masih berkaitan dengan perkawinan, orang beriman yang tidak punya kemampuan financial untuk menikahi wanita-wanita beriman yang merdeka, dia boleh mengawini budak-budak wanita beriman yang kalian miliki.
Pemilik-pemilik budak harus berbuat baik kepada budak-budak mereka, sebagaimana  mereka harus berbuat baik kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga yang dekat dan yang jauh, teman sejawat dan musafir yang kehabisan biaya. Tidak mau berbuat baik kepada mereka, oleh Allah dianggap orang yang sombong.
Ada beberapa pembatasan bagi wanita-wanita beriman, mereka disuruh menahan pandangan mereka, memelihara kemaluan mereka, dilarang menampakkan perhiasan-perhiasan mereka. Dada-dada mereka, hendaknya ditutup dengan kerudung. Menampakkan perhiasan hanya dibolehkan kepada suami-suami mereka, mertua-mertua mereka, putera-putera mereka, putera-putera suami mereka, saudara-saudara mereka, putera-putera saudara mereka, puterta-putera saudari mereka, wanita-wanita beriman, dan budak-budak yang mereka miliki.
Budak-budak yang kaian miliki, jika mereka menginginkan perjanjian untuk memerdekaan diri mereka –jika kalian ketahui dalam hal itu ada yang lebih baik daripada mereka tetap menjadi budak— hendaklah kalian buat perjanjian, dan berikan sebagian harta yang kalian miliki kepada mereka. Jangan kalian memaksa budak-budak wanita yang kalian miliki untuk melacur –demi keuntungan duniawi kalian— kalau mereka menginginkan kesucian. Kalau pun mereka terpaksa melacur karena perintah kalian, Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada mereka.
Ayat terakhir dalam kategori ketiga ini, berbicara mengenai adab atau tata susila. Hamba-hamba yang kalian miliki dan anak-anak yang belum balig, jika mereka hendak memasuki kamar kalian, hendaknya mereka meminta izin dalam tiga waktu tertentu, sebelum kalian salat ¢ubu¥, ketika kalian menanggalkan pakaian luar di tengah hari, dan sesudah kalian salat 'Isy±.
Demikianlah selengkapnya informasi Alquran berkenaan dengan perbudakan, sama sekali tidak menginginkan kelestarian perbudakan. Kalaupun perbudakan itu masih ada, mereka harus diperlakukan dengan baik. Sasaran yang ingin dicapai oleh Alquran adalah terhapusnya perbudakan, atau paling tidak meminimalkan jumlah budak-budak yang ada, dengan membuka peluang berupa alternatif pembebasan mereka.
Apabila ditelusuri turunnya ayat yang berkenaan dengan perbudakan ini, maka ayat pertama adalah S­rah al-Balad (90/35) ayat 13 yang menginformasikan bahwa memerdekakan budak itu adalah pekerjaan berat laksana jalan mendaki, tetapi ia merupakan kebaikan. Sedangkan ayat yang terakhir diturunkan berkenaan dengan hal ini adalah S­rah at-Tawbah (9/113) ayat 60 yang menetapkan orang yang berupaya untuk membebaskan budak, menjadi salah satu kelompok penerima zakat. Ungkapan Alquran mengenai perbudakan dengan bentuk kalimat verbal "'abbadta" hanya ditemukan satu kali, yaitu pada S­rah asy-Syu'ar± (26/47) ayat 22 ketika Allah menginformasikan dialog M­s± as. dengan Fir'awn. Hal ini menggambarkan bahwa perbudakan itu telah ada sejak zaman Fir'awn. Sampai masa berkembangnya Islam, perbudakan itu masih ada, tetapi Islam dengan sumber ajarannya adalah Alquran, berusaha mengurangi dan kalau mungkin menghapuskannya.

D.   Penutup
Untuk mengakhiri pembahasan dalam makalah ini, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perbudakan adalah masalah kemanusiaan yang menurut informasi Alquran telah ada sejak zaman Fir'awn yang memperbudak Ban³ Isr±'³l. Lalu Allah mengutus M­s± as. Menjadi Rasul untuk membebaskan Ban³ Isr±'³l dari perbudakan itu.
2. Tuduhan bahwa Alquran melestarikan adanya perbudakan tidak dapat diterima, karena ayat-ayat Alquran sendiri menginformasikan beberapa alternatif, baik yang bersifat anjuran maupun berupa sanksi hukum, untuk membebaskan budak-budak secara umum, atau budak-budak yang beriman.
3. Walaupun Alquran masih mengakui adanya perbudakan, namun dalam beberapa hal mereka diperlakukan sama dengan orang-orang yang merdeka. Mereka berhak mendapatkan makanan, pakaian dan pendidikan serta berkeluarga. Jika mereka layak untuk mendapatkan kebebasan, maka tuannya diharapkan memberikan kemudahan.
Demikianlah apa yang dapat penulis pahami dari Alquran mengenai perbudakan ini.



[1] Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, (Yogyakarta: P. P. al-Munawwir, 1984), h. 931; Juga Ibr±h³m An³s, et al., Al-Mu'jam al-Was³¯, (T. t., D±r al-Fikr, t. th.), Jilid 2, h. 579.
[2] Ahmad Warson Munawwir, loc. cit.; Juga Ibr±h³m An³s, et al., loc. cit.
[3] Ab­ ¦usayn A¥mad bin F±ris bin Zakariyy±, Mu'jam Maq±y³s al-Lugah, (Mi¡r: Mu¡¯af± al-B±b³ al-¦alabiy wa Syirkah, 1972 M./1392 H.), Juz 4, h. 205; Ibnu F±ris mengutip untuk makna kedua, kata "al-'±bid³n" pada S­rah az-Zukhruf (43/63) ayat 81 dengan arti "orang-orang yang marah", karena kata itu berasal dari "'abida – ya'badu". Lihat ibid.,  h. 207.
[4] Ibr±h³m An³s, et al., loc. cit. Juga A¥mad bin Mu¥ammad bin al-Muqriy al-Fayy­miy, Al-Mi¡b±¥ al-Mun³r f³ Gar³b asy-Syar¥ al-Kab³r li ar-R±fi'iy, (t.d.), Jilid 2, h. 389.
[5]Ibr±h³m An³s, et al.,  loc. cit. Juga A¥mad bin Mu¥ammad bin al-Muqriy al-Fayy­miy, loc. cit.
[6]Ibr±h³m An³s, et al.,  loc. cit.
[7] Ar-R±gib al-I¡bah±niy, Mufrad±t  Alf±§ al-Qur'±n, dita¥q³q oleh ¢afw±n 'Adn±n D±w­diy, (Damaskus: D±r al-Qalam / Bayr­t: D±r asy-Sy±miyah, 1992), h. 542-543. Hadis dimaksud diriwayatkan oleh Al-Bukh±riy dan Ibnu M±jah dari Ab­ Hurayrah dengan lafal yang berbeda. Lihat al-Bukh±riy, ¢a¥³¥ al-Bukh±riy, (Indonesia: Maktabah Da¥l±n, t. th.), Juz 4, h. 2591, hadis nomor 6050; Juga Ibnu  M±jah, Sunan Ibni M±jah, (Indonesia: Maktabah Da¥l±n, t. th.), Juz 2, h. 1385-1386, hadis nomor 4135-4136.
[8] Mu¥ammad Fu'±d 'Abd al-B±q³y, Al-Mu'jam al-Mufahras li Alf±§ al-Qur'±n al-Kar³m, (T. t.: D±r al-Fikr, 1406 H./1986 M.), h. 441-445.
[9] Lihat Alquran S­rah-s­rah asy-Syu'ar± (26/47) ayat 22; ad-Dukh±n  (44/64) ayat 18; an-Na¥l (16/70) ayat 75; al-Baqarah (2/87) ayat 178; dan an-N­r (24/102) ayat 32.
[10] Mu¥ammad Fu'±d 'Abd al-B±q³y, op. cit., h. 323-324.
[11] Ibid., h. 323.
[12] Ibid., h. 324. Ada lagi satu ayat pada S­rah Mu¥ammad  yang menggunakan ungkapan "fa «arb ar-riq±b" dalam arti leher, sehingga ungkapan tersebut berarti "pancung leher". Lihat S­rah Mu¥ammad (47/95) ayat empat.
[13] Muhammad Fuad 'Abd al-Baqiy, op. cit., h. 673.
[14] Ahmad Warson Munawwir, op. cit., h. 557.
[15] Ab­ ¦usayn A¥mad bin F±ris bin Zakariyy±, op. cit., Juz 3, h. 427.
[16] Ibr±h³m An³s, et al., op. cit., Jilid 1, h. 363.
[17] Ab­ ¦usayn A¥mad bin F±ris bin Zakariyy±, loc. cit.
[18] Ibid.
[19] Lebih lanjut lihat Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Alquran, Alquran dan Terjemahnya, (Jakarta: Departemen Agama RI., 1984), h. 549, termasuk catatan kaki nomor 1036.
[20] Lihat kembali catatan kaki nomor 12.
[21] Lebih lanjut mengenai §ih±r ini, lihat Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Alquran, op. cit., h. 908, terutama catatan kaki nomor 462.
[22] Ab­ al-¦usayn A¥mad bin F±ris bin Zakariyy±, op. cit., Juz 4, h. 433.
[23] Lihat S­rah al-Balad (90/35) ayat 10-13.
[24]Ibid.
[25] Lihat S­rah al-Baqarah (2/87) ayat 177.
[26] Lihat S­rah an-Nis± (4/92) ayat 92.
[27] Lihat S­rah al-Muj±dalah (58?105) ayat tiga.
[28] Lihat S­rah al-M±'idah (5/112) ayat 89.
[29] Lihat S­rah at-Tawbah (9/113) ayat 60.
[30] Lihat S­rah an-Na¥l (16/70) ayat 73-74.
[31] Mu¥ammad Fu'±d 'Abd al-B±qiy, loc. cit.
[32] Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Alquran, op. cit., h. 120. Catatan kaki nomor 282; Juga A¥mad Mu¡¯af± al-Mar±giy, Tafs³r al-Mar±giy, Juz 5, (Bayr­t: D±r I¥y± at-Tur±£ al-'Arabiy, 1985), h. 5.